29 Juli 2009

Dialoh Has Di Pisbuk

STATUS di FACEBOOK
Enton Supriyatna Sind 29 Juni
Aya tatarucingan di radio: kuanon sababna kuda nu narik delman panonna ditutupan?

Irman Nugraha pada 29 Juni 13:10
supaya panonna teu cunihin, matak panon kuda mah can aya nu turuwizen...

Mas Kundrat pada 29 Juni 13:11
bilih kapireupeunan ku penumpang nu benten sareng kusirna ..., hehehehe ...

Sufian Aliansyah pada 29 Juni 13:11
bisi ningali tukang baso, lainnya kalah narik delman kalahkan nangkring di tukang baso... he..he..he..

Wawan Djuwarna pada 29 Juni 13:15
ngarah leumpangnya lempeng. moal luak-lieuk. komo di jalan loba nu gaeulis. gawat mun kuda di gigireun aya nu geulis terus ngudag. panumpang geumpeur.

Enton Supriyatna Sind pada 29 Juni 14:32
Jawaban ceuk nu gaduh tatarucingan: Supaya lamun penumpanhg bayar ka kusir delman, si kuda moal nempo. Lantaran mun nempo mah manehna bakal ngomong, "Ngeunah pisan kusir, urang nu cape narik delman, ari nu meunang duit manehna". Malah mungkin we si kuda bisa ngadadak mogok gawe. Cenah kitu...

Al Nursyawal pada 29 Juni 14:37
teu oge.. kuda jaman ayeuna mah geus hebat.. geus make GPS.. moal sasab.. panon ditutup teh sabab serab.. maklum lubang ozon menyebabkan langit keperakan.. soal bayaran, pan geus aya kontrak bagi hasil.. teu percaya? tanyakeun ka pengacara kuda..

Enton Supriyatna Sind pada 29 Juni 14:42
Justru dina Munas PKPD (Musyawarah Nasional Persatuan Kuda Penarik Delman), eta soal bagi hasil can beres-beres. Menta direvisi. Oge pakait jeung beberapa royalti nu teu di bayar ku jelema, misalna dina penggunaan beberapa istilah "kuda" nu sok dipake ku jelema. Contoh: tenaga kuda, kerja keras bagai kuda, kuda lumping, kacamata kuda, kuda-kuda, diperkuda, dlll...

Al Nursyawal pada 29 Juni 15:31
betul, sebagian besar aspirasi Perkumulan Kuda Penarik Delman (PKPD) belum diterima.. tapi menurut berita di koran, Dewan Perwakilan Kuda, telah menerima aspirasi Fraksi PKPD dalam bidang ekonomi dan dituang dalam larangan penggunaan Argo Kuda.. meski manusia masih suka curi-curi untuk terus menggunakannya.. dalam bidang budaya, DPK juga telah membuat legislasi UU pelestarian budaya Celana Kuda..

Al Nursyawal pada 29 Juni 15:36
semoga dialog ini tidak dijadikan kalangan kuda sebagai upaya pencemaran nama baik kuda.. aamiin..

Kebebasan Pers di Televisi

Maaf kalau judulnya berbeda dengan sebagian besar isi tulisan ini. Tapi tulisan ini dibuat untuk membalas SMS kepada penulis beberapa waktu lalu.

Rupanya, banyak kalangan terkejut ketika Dewan Pers bersama Komisi Penyiaran Indonesia bersama-sama menggelar Konferensi Pers meminta televisi mengurangi gambar-gambar dari rekaman cctv atau rekaman video amatir yang berisi momen-momen sebelum ledakan dan sesaat sesudah ledakan 2 bom di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton Jakarta. Keterkejutan ini muncul karena selama ini Dewan Pers begitu kukuh membela kebebasan pers, namun kali ini nampak sekilas seperti hendak mengekang kebebasan pers.

Sebagian lain mempertanyakan komitmen Komisi Penyiaran Indonesia terhadap kebebasan pers karena pihak KPI-lah yang mendatangi Dewan Pers untuk membahas tayangan berita televisi seputar ledakan bom itu. Mereka mencurigai KPI sebagai rejim otoriter baru yang menghalalkan sensor untuk berita.

Sebuah reaksi yang wajar di tengah ketidakpastian komitmen politik dari penguasa baru yang terpilih terhadap kebebasan pers. Apalagi muncul usulan yang kuat agar Undang-undang Subversi dihidupkan kembali agar aparatur intelejen memiliki kewenangan untuk melakukan pencegahan atas dugaan percobaan aksi terorisme. Padahal semua pihak tahu, subversi adalah upaya untuk menggulingkan kekuasaan yang sah dan bukan upaya menakut-nakuti masyarakat. Usul untuk menghidupkan Undang-undang Subversi adalah contoh teror. Karena masyarakat menjadi takut.

Namun benarkah ada arus balik reformasi yang hendak mengambil kembali kedaulatan rakyat ke tangan elite, seperti di era Orde Baru? Benarkah Dewan Pers sedang berperilaku seperti Deppen ketika meminta televisi menghentikan tayangan rekaman cctv, menghentikan penyebutan nama-nama tersangka atau buron secara lengkap, tidak menayangkan gambar-gambar korban secara close-up, mengaburkan gambar-gambar korban atau jenazah korban, serta tidak berspekulasi tentang urutan kejadian dan motivasi peledakan? Apakah KPI sedang mendudukan para reporter lapangan sebagai tertuduh?

Saya berpendapat, tidak. KPI dengan tegas menyebut, sejak UU penyiaran berlaku, maka setiap tayangan di televisi, tidak hanya sinetron dan reality show, termasuk tayangan berita pun diawasi oleh KPI untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif. Tanpa perlu dijelaskan kembali, banyak sekali hasil penelitian ilmiah studi psikologi, komunikasi dan sosiologi yang mengakui televisi mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perubahan sikap serta kerekatan sosial, dalam waktu singkat. Televisi sanggup membuat khalayaknya memasuki ruang irasional sesaat. Melalui tayangan live (langsung dari tempat kejadian), khalayak dibuat seolah berada tidak jauh dari lokasi. Ini terbukti ketika tayangan investigasi tentang Bakso Tikus ditanggapi khalayak secara irrasional, sehingga untuk sesaat mereka berhenti mengkonsumsi bakso. Meski kini, semua kembali seperti semula.

Begitulah kekuatan televisi. Melalui gambar, manusia menanam ingatannya dan membangun reaksi atas hal itu. Bagi orang dewasa dengan kemampuan mental yang baik, maka gambar-gambar negatif yang sudah terekam, dapat ditekan ke alam bawah sadar dan dikunci di sana. Bagi sebagian lain, proses itu butuh waktu. Ada sebagian yang sulit sekali menekannya ke alam bawah sadar dan terus menerus muncul dalam ingatan, setiap kali melihat kata "Baso", mendengar kata "Baso", atau melihat wujud "Baso" dan yang "mirip-mirip Baso". Ini disebut trauma. Kondisi mental yang tidak bisa mengendalikan kenangan buruk. Teman-teman psikolog bisa menambahkan soal ini.

Trauma lebih mudah terjadi pada anak-anak. Bahkan sejumlah ahli psikologi menyebut "parut jiwa" ketika anak-anak menyaksikan hal-hal negatif, karena itu akan membekas dan sedikit banyak akan muncul dalam perilaku di saat dewasa. Banyak profil pelaku kejahatan sadis, memiliki sejarah kekerasan fisik dan mental di saat masa kanak-kanak.

Itu sebabnya, secara khusus UU Penyiaran yang disahkan sesudah pengesahan UU Perlindungan Anak tahun 2002 itu, mengatur tentang tentang perlindangan terhadap anak-anak dan remaja.

KPI tidak sedang anti-kebebasan pers ketika meminta Dewan Pers menghimbau redaksi televisi menahan diri. Melainkan sedang berusaha melindungi anak-anak Indonesia, dari ancaman "luka jiwa" dari gambar-gambar penuh kengerian dan kekerasan, agar di masa depan Indonesia tidak disesaki orang dewasa dengan gangguan stabilitas emosi. Tanpa disadari ini juga menjadi ancaman terhadap demokrasi di masa depan, karena orang-orang yang labil ini akan mudah diprovokasi, tidak bisa menerima perbedaan pendapat, agresif dan sulit menerima nilai-nilai masyarakat. Saat ini saja, banyak orang sudah terganggu, karena hanya berpikir dari dasar kepentingan pribadi terlebih dahulu. Lampu merah tidak lagi dipatuhi, karena tidak ada relevansinya dengan kepentingan pribadinya. Apa untungnya patuh pada lampu itu?

Selain itu, KPI juga menggunakan prosedur yang normatif, sesuai UU Pers, yaitu melalui Dewan Pers ketika meminta redaksi televisi menahan diri. Karena Dewan Pers-lah yang bertanggung jawab untuk menjaga kebebasan pers di Indonesia. Sementara isi dari televisi tidak hanya pers, tetapi juga ada iklan, film dan jenis-jenis hiburan lain yang juga tidak melulu menjadi wewenang KPI. Seperti sinetron, itu adalah kewenangan LSF sesuai UU Perfileman. Iklan itu diatur UU Perlindungan Konsumen. Namun KPI diberi wewenang mengawasi apapun yang ditayangkan di televisi. Sinetron, Panggung Musik, Video Klip, pertunjukan lain, Iklan, Quiz, Talkshow, Berita, Editorial, dst. Jika ada pelanggaran, KPI akan berkoordinasi dengan lembaga negara lain.

Sebagai contoh lain, KPID Jabar berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Kota Bandung ketika menegur sebuah stasiun televisi lokal yang menanyangkan program untuk anak dengan pemeran anak-anak. KPID Jabar juga berkoordinasi dengan MUI Jabar ketika menetapkan beberapa acara Quiz SMS di sejumlah televisi dari Jakarta sebagai praktek perjudian. KPID Jabar juga berkoordinasi dengan Lembaga Sensor Film ketika menegur sejumlah sinetron yang berisi kekerasan fisik dan dari LSF diketahui bahwa seluruh sinetron yang ada ternyata belum memperoleh Surat Tanda Lulus Sensor (STL) dan LSF kemudian menetapkan Tanggal 17 Agustus 2009 sebagai batas toleransi. Setelah itu, tidak ada lagi sinetron yang boleh tayang tanpa STL. Ketika bencana melanda kawasan Situ Gintung, KPID Jabar sehari setelah bencana, segera berkoordinasi dengan Departemen Sosial untuk mengetahui apakah sudah ada permohonan ijin dari stasiun televisi atau lembaga masyarakat untuk menggalang dana bantuan. Kemudian muncullah surat imbauan agar manajemen televisi melapor ke Depsos dan mengaudit hasil sumbangan masyarakat serta menahan diri dalam menampilkan gambar-gambar korban, jenazah atau potongan tubuh korban banjir bandang SItu Gintung, juga dalam melakukan wawancara dengan korban langsung. Itu belum termasuk berbagai upaya KPID Jabar untuk mengingatkan televisi lokal memperhatikan nilai sosial budaya lokal dalam klip musik, audisi artis, ucapan penyiar, bahasa pengantar siaran dan masih banyak lagi.

KPID Jabar juga mendengar pendapat para ahli komunikasi dan budayawan ketika menelaah rekaman-rekaman tayangan radio dan televisi, sebelum menyebut tayangan itu ter-indikasi melanggar. Jadi, berbeda dengan prinsip pengawasan di era Orde Baru, KPI mendengar pendapat dari representasi warga dalam membuat keputusan selain melihat kewenangan normatif berdasarkan undang-undang. Jadi kekuatiran atas Dewan Pers dan KPI yang akan menjadi lembaga negara yang otoriter, tidak perlu.

Dewan Pers dan KPI serta KPID hingga saat ini masih jauh dari jangkauan kepentingan kekuasaan, karena proses penunjukkan anggotanya tidak melibatkan eksekutif. Meski perlu diakui, baik Dewan Pers maupun KPI dan KPID amat bergantung pada anggaran pihak eksekutif. Dewan Pers dan KPI Pusat bergantung pada anggaran Departemen Komunikasi dan Informatika, sementara KPID dari anggaran Sekertariat Daerah. Ini memang sisi sensitif. Melalui anggaran, lembaga negara independen ini bisa saja dipengaruhi. Tetapi jika anggotanya benar-benar independen dan keberadaannya mendapat dukungan warga, maka jika pihak eksekutif mencoba mempengaruhi sikap lembaga independen melalui anggaran, itu justru akan menjadi boomerang politik. Warga akan menilai, para elite sedang mencoba mengambil kedaulatan yang sejak era reformasi sedang diberikan pada warga sebanyak-banyaknya itu.

Saran saya, arahkan kekuatiran kepada para elite yang cenderung represif, bukan kepada representasi warga. Jika Dewan Pers dan KPI atau KPID tidak bekerja dengan baik apalagi karena hambatan anggaran (atau malah plot), justru beri dukungan yang lebih kuat. Seperti kita memberi dukungan pada KPK (apapun yang terjadi dengan pengurusnya) agar tidak dihapus, ketika sistem hukum belum bisa dipercaya. Kita masih memerlukan lembaga-lembaga independen yang berisikan representasi warga karena trauma terhadap lembaga negara (birokrasi) yang korup.

KPI jelas mendapat tugas untuk memelihara kebebasan pers, bahkan mendorong tumbuhnya industri penyiaran, namun kalimatnya tidak selesai di situ. Karena UU Penyiaran menyebut, yang harus dibangun KPI dan KPID adalah industri yang sehat (kompetisinya, isinya dan karyawannya). Memang hasil dari pelaksanaan tugas itu tidak nampak berupa jembatan atau bangunan. Tapi saya pikir, itu adalah tugas yang juga Anda berikan untuk menjamin masa depan bangsa yang sehat. Itu pula tujuan dari kebebasan pers bukan? Bangsa yang sehat.

23 Juli 2009

Adakah Acara TV yang Aman untuk Anak?

Artikel Pikiran Rakyat 23 Juli 2009

Pada 1972, almarhumah Oemi Abdurrahman, melakukan penelitian tentang dampak siaran televisi terhadap anak-anak di Jawa Barat. Hasilnya, tentu sudah bisa ditebak, meskipun pada saat itu stasiun televisi hanya ada satu, yaitu TVRI dengan kualitas siaran hitam putih.

Lebih dari tiga puluh tahun kemudian, isunya masih sama. Masih banyak pihak yang meminta perhatian agar dampak negatif siaran televisi terhadap anak-anak dihiraukan. Berbagai hasil penelitian terus dipaparkan, namun faktanya, lembaga penyiaran televisi tidak hirau terhadap program acara yang mereka tayangkan untuk anak-anak, atau program acara yang ditayangkan pada jam-jam yang masih mungkin ditonton anak-anak.

Hasil riset khalayak menyebutkan, jumlah jam yang digunakan anak-anak di lima kota besar di Indonesia untuk menonton televisi, terus bertambah, paling lama lima jam sehari, atau 35 jam seminggu, atau lebih dari 1.800 jam setahun! Sementara itu, jumlah jam belajar efektif di sekolah dasar selama setahun hanya 1.000 jam. Wajar jika guru-guru kehilangan kredibilitasnya di depan anak-anak sekarang.

Tayangan televisi yang tidak aman dapat menyebabkan perkembangan fisik dan otak anak terganggu, kecenderungan perilaku obsesif, konsumtif, agresif, antisosial, dan seterusnya, adalah kesimpulan dari banyak penelitian komunikasi, psikologi, atau ekonomi.

Tabloid anak-anak Kidia pada 2004 mencatat hanya lima belas persen program acara yang layak tonton untuk anak-anak. Saking banyaknya program acara televisi yang tidak aman bagi anak-anak, sejumlah orang tua menggagas kampanye mematikan televisi melalui gerakan "1 Hari tanpa TV", sebagai upaya mengajak orang tua untuk kembali mengambil kuasa atas remote control televisi.

Akar persoalan memang tidak hanya pada kehirauan pengelola lembaga penyiaran, tetapi juga orang tua. Absennya orang tua pada waktu-waktu senggang anak, dengan berbagai alasannya, telah menyebabkan anak-anak hanya ditemani remote control televisi dan diawasi baby sitter atau pembantu yang secara sosial tidak memiliki kekuasaan penuh untuk mengendalikan perilaku anak majikan.

Televisi menjadi pengganti keberadaan orang tua di rumah. Selain hilangnya nilai-nilai keluarga, anak-anak menjadi korban eksploitasi ekonomi melalui televisi, baik sebagai pemeran dalam berbagai acara, juga sebagai penonton acaranya. Anak-anak yang belum berdaya itu, terus dihantam orang-orang dewasa yang seharusnya bertanggung jawab. Di negara-negara maju, ada UU khusus yang melindungi anak-anak dan remaja dari segala kelakuan orang dewasa yang tidak hirau pada perkembangan positif anak-anak.

Aturan main

Di Indonesia, khusus untuk lembaga penyiaran, Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Pasal 36 ayat 3 menyebut "isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran." Selain itu, pada Pasal 46 ada larangan mengeksploitasi anak-anak melalui iklan, yang jika dilanggar, KPI dapat menjatuhkan sanksi denda dan/atau penghentian program acara. Namun, ancaman sanksi itu tidak membuat pengelola lembaga penyiaran getir. Menurut pemantauan KPAI, televisi menghabiskan 67 jam seminggu untuk infotainment dan hanya menyediakan 0,07 persen jam tayangnya untuk program anak-anak yang aman.

Di Bandung, ada stasiun TV lokal yang terancam sanksi dari UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak karena menyiarkan program acara yang dianalisis KPAI Kota Bandung bersama KPID Jawa Barat, terindikasi membahayakan perkembangan jiwa anak dan mengeksploitasi anak. Program dalam format reality show itu memperlihatkan seorang ibu membiarkan kedua anaknya menjadi objek kamera tersembunyi di arena bermain suatu mal. Selama acara, kedua anak itu dikerjai (bullying). Dari mulai dipinjam paksa handphone-nya, direbut paksa permainannya, hingga dijemput paksa (seperti diculik) oleh wanita tak dikenal. Khusus tayangan reality show yang melibatkan anak-anak itu, ancamannya tidak hanya pada lembaga penyiaran, tetapi juga pada rumah produksi yang membuat tayangan tersebut, orang tua, dan pihak-pihak yang terlibat dalam proses produksi.

Swasensor

Dalam tatanan masyarakat yang maju, pengendalian datang dari dalam diri sendiri. Dalam hal ini, dari pengelola lembaga penyiaran televisi sendiri, bukan pihak lain yang sifatnya koersif-represif. Pengelola televisi seharusnya melakukan sensor internal yang ketat dan tidak membuka kesempatan terhadap munculnya desakan agar ada campur tangan pihak lain untuk menyensor. Hal ini akan berdampak buruk bagi demokrasi.

Kepada Ibu, Bapak, ambil remote TV dari tangan anak-anak Anda. Kendali ada di ujung-ujung jari kita, bukan orang lain. Siapkan diri Anda untuk mendampingi anak-anak dalam menonton tayangan televisi. Buat kategori aman, rawan, dan bahaya. Untuk kategori aman, Anda bisa bersikap pasif. Sisanya membutuhkan konsentrasi penuh Anda. Jika tidak siap, matikan televisi. Temani anak-anak dalam mengembangkan potensi diri mereka sesuai dengan nilai-nilai keluarga Anda.

Pada saat yang sama, undangan untuk kreator dan produser acara televisi yang aman untuk anak terbuka lebar. Berkreasilah sebanyak mungkin karena bisa juga, televisi memang kekurangan pasokan program acara untuk anak yang aman, sehingga memutar program apa saja tanpa pikir panjang. Pada 2010, sesuai dengan amanat UU Penyiaran, seharusnya tidak ada lagi siaran berskala nasional. Maka akan banyak TV lokal yang membutuhkan materi program siaran bermuatan lokal. Buatlah sesuai dengan standar nilai-nilai yang hidup di masyarakat, termasuk nilai estetika dan moral.***

18 Juli 2009

Nguping di Jakarta

Dialog absurd di tengah kota Jakarta.
Gak tahu kisah nyata atau bukan.
Mohon maaf kalau ada yang garing.

Pengemudi yang mau bayar parkir: "Kok loketnya dikasih kerangkeng sih mbak?"
Mbak petugas parkir dengan muka dingin: "Biar saya nggak kabur Mas..."

Cewe baru dapet SIM: "Gua paling males nyetir di belakang bis, tau sendiri kan bis suka 'ontime' nunggu penumpang... "
Temennya: "Ngetem kaleee..."

Pengunjung: "Mbak, Coke-nya satu ya, pake es..."
Pelayan: "Maaf Mbak, Coke-nya gak ada, adanya Diet Coke."
Pengunjung: (Menunjuk menu) "Terus ini apa, Coca-Cola... Kok dibilang gak ada?"
Pelayan: "Kalau Coca-Cola ada, Mbak..."
Pengunjung: "?????"

Ibu mengejek anak kecil bersepeda: "Ih, lihat tuh, badan segede gitu kok masa naik sepeda sekecil itu, hahaha... (sesaat kemudian)... Lah, Bapak!! Motornya mana?"

Saat nonton DVD, Calon mahasiswa S1 FlKOM: "Oi itu jangan lupa kemsyen-nya. ."
Teman #1: "Kemsyen? apaan sih?"
Calon mahasiswa : "Kemsyen... kemsyen, masa gitu aja ga tau sih?"
Teman #2: (sibuk cari tombol "kemsyen" di remote DVD Player) "Gak ada ah..."
Calon mahasiswa S1 FlKOM: "Na ini kemsyen.. nih.. subtitel ..."
Teman #1: "Caption ah!"

Ketua Panitia: "Naahh.. pin yang ini desainnya bagus nih. Bisa buat cewek dan cowok. Biseks gitu lohh!"
Itu dari acara Buka Bersama, didengar oleh sepasukan panitia yang merasa si ketua terlalu banyak nonton porno.

Dua cewe sedang berbagi resep lalu masuk Busway,
Cewe #1: "Emang kalo cepet-cepet jadinya gak enak, ya?"
Cewe #2: "Iya.. makanya, tangannya dibalur dulu, terus ngocoknya agak lama dan ngeremesnya jangan keras-keras."
Cowok di sebelah mereka langsung ngiler..

Ibu lagi nyetir tiba-tiba panik: "De, pegangin setirnya. Mama mau garuk pantat!"
Anak laki-laki berusia 18 tahun: "Ah, Gak mau ah!"
Ibu yang tiba-tiba panik: "Mending megangin setir atau garukin pantat Mama?"

Seorang Ibu mencoba menasehati anak perempuan semata wayangnya dengan matafora: "Nduk, waktu ibu punya anak perempuan seusiamu..."
Si gadis : "Loh, jadi aku bukan anak tunggal Mah?"

Programmer komputer 1: "Eh, kemaren internet gw udah onlen, cuy"
Programmer 2: "Wah selamat, bisa donlot pelem dong, jadi gak perlu nonton di tipi!"
Coordinator: "Gaya bener lo pada, mentang-mentang udah pada punya internet berbrend..."

Seorang cewe mau ikut kursus Inggris: "Mbak, kalo disini ada kelas conservation gak?"

Di sebuah restoran,
Teman #1: "Eh udahan yuk, kite cabs.."
Teman #2: "Ok. Gua aja yang bayar.. Mas! Bill-boardnya Mas!"

Di tengah sebuah konser,
Wanita Bingung: "Waduh... Minggir, minggir, kacamata saya jatuh... Awas jangan diinjak!"
Lelaki Baik: "Kenapa mbak, kenapa?"
Wanita Bingung: "Ini mas, kacamata saya jatuh, duh gimana ya?"
Lelaki Baik: "Sini saya bantu cariin. Wah si mbak nih, makanya lompatnya pelan-pelan, jangan terlalu historis..."
Wanita makin Bingung: "Historis?"

Di sebuah Pujasera:
Pria: "Mbak, pesen es teh manis..."
Pelayan: "Es-nya habis mas..."
Pria: "Ya udah, es teh tawar..."
Pelayan: "Baik, mas..."

Sepasang Suami Istri sedang mencari VCD Dongeng anak-anak.
Istri: "Yang ada tokoh fairy tale-nya..."
Suami: "Yang mana sih?"
Istri: "Itu loh mas, yang tokohnya shorted figure.."
Suami: "Badannya pendek-pendek maksudnya?"
Istri: "That has jenggot all over their face"
Suami: "Tubuh Kerdil yang berjenggot?"
Istri: "Itu lho, Putri Salju dan Tujuh Mucikari!"
Suami: "Hah????"

Mahasiswa S2 mengomel: "Heran gua, hotel sebesar ini gak ada ballroom-nya! "
Teman: "Emang loe mau ngapain? resepsi?"
Mahasiswa S2: "Mau minta koper gua dibawain ke kamar nih!"
Teman: "Bellboy kaleeeee!"

Anak SMP #1: "Buset dah, masa tadi kelas gua selang-seling gitu duduknya..."
Anak SMP #2: "Ya elah, kesian banget kelas lo!"
Anak SMP #1: "Iye, ntar bukannye belajar, malah pade making love!"
Di dalam angkot pinggiran Jakarta, didengar oleh penumpang yang menuduh sinetron sebagai sumber kebodohan bangsa.

Nyonya: "Mbak, tolong beliin bakso di ujung jalan sana ya, beli empat bungkus, dua campur pake mie, dua baksonya aja..."
PRT Baru: "Yang baksonya aja pake kuah gak, bu?"

Mahasiswa #1: "Eh, lo demen Mocca gak?"
Mahasiswa #2: (berpikir sebentar) "Gua nggak suka yang dingin-dingin."
Mahasiswa #1: "Ya elah, bukan mocca minuman, tapi Band Mocca !"
Mahasiswa #2: (dengan begitu PD) "Ah, kalo band-band luar negeri gitu gua nggak demen..."

Peneliti#1: "Eh pensil gua kemana ya?"
Peneliti#2 sedang Internetan: "Kenapa loe?"
Peneliti#1: "Pensil gua ilang! Loe tau dimana? Udah gua cari kemana-mana nih!"
Peneliti#2: "Udah loe cari di google belum?"

Di sebuah warung Steak pinggir jalan:
Ibu #1: "Saya yang medium ya."
Pelayan: "Baik, bu. (lalu menoleh ke ibu lainnya) Kalo Ibu mau gimana? Medium atau..."
Ibu #2: (Memotong dengan mantap) "Ooooh, saya XL mas!"

Di sebuah warung sate pinggir jalan, semua yang ke sana pasti pesen sate:
Tukang Sate sambil pegang kertas dan ballpoint: "Masnya apa nih?"
Pengunjung #1: "Gue kambing! (lalu dia nengok ke temannya) Lo apa?"
Pengunjung #2: "Gue ayam..."
Pengunjung #3: "Gileee.. Pantesan kamar lo pada jorok!"

Pembeli Santun ke Penjual Sop Kaki: "Daging tiga sama kaki dua. Eh, kakinya yang kanan ya!"
Penjual Sop Kaki: "Mmmm, kenapa harus yang kanan, Pak?"
Pembeli Santun: "Yaaa, biar lebih sopan aja... kaki kanan kan kaki baik, gituu!"

Kasir: "Mau order apa, mas?"
Pembeli: "Coca-Cola large satu, sama french fries satu... Itu aja, mbak."
Kasir: "Oke, saya ulang ya, Coca-Cola large satu, french fries satu. Mau tambah kentang gorengnya, mas?"
Pembeli: ?*&%$#@!

Webmaster: "Gile, website bikinan orang-orang latin keren banget yah!"
Webdesigner: "Hah, tau dari mana loe itu buatan orang latin?"
Webmaster: "Itu ada tulisannya: Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit..."
Webdeveloper: "wakakakakakak..."

Pejabat: "Selamat sore, hari ini adalah hari yang bahagia karena kita menjadi tuan rumah untuk event internasional Festival Seni Koremponter. Eh maksud saya Kotemporer. .."
Seniman: "Kon-tem-porer, pak!"
Pejabat: "Ya maaf, harap maklum, saya kan bukan seniman!"

Reporter: "Pak, bagaimana perkembangan kasus korupsi X, apakah ada tindak lanjut dari instansi bapak, seperti pemberian sanksi ?"
Pejabat: "Sejauh ini masih kita observe dulu, sedang dibicarakan prosedurnya"
Reporter: "Apakah ini melibatkan orang dalam pak?"
Pejabat: "Anda tidak boleh sembarangan begitu... Kita harus lihat situasi ini kiss by kiss..."
Reporter: "Maksudnya pak?"
Pejabat: "satu per satu lah... wartawan mana sih kamu?"

Pengendara Motor Gak Sabar: "Maju dong! Dasar Bego!"
Supir Angkot Intelektual: "Kalo gua bego, gua gak bakal jadi supir angkot tau!"

Pelayan Kafe Jepang: "Arigato gozaimas..."
Pemuda Playboy sok tahu: "Arigato gozai mbak..."

Pembeli rese: "Mas,ada kamera paranoid ga?"
Penjaga bingung: "Hah?"
Pembeli rese: (nada sok tau) "Itu yg sekali jepret langsung jadi..."

Si bungsu perempuan ke Ibunya: "Mah, jadi kita daftar TV Kabelnya di Kebon Jeruk yah?"
Mama: "Ya, begitu. Kebon Jeruk kan enggak jauh dari rumah. Jadi nanti kabelnya bisa lebih pendek. Jadi lebih murah."

Ruang rias, seseorang mengetuk pintu,
Lelaki: "Permisii, maaf mbak, Mbak X ada gak?"
Jeung #1: Mbak X! tukang ojeknya nyariin tuh, udah bayar belum sih loe?"
Jeung #2 buru-buru keluar lalu masuk lagi: "Ihh, jahat deh, itu suamiku!"

Anak 12 tahun mengejek sepupunya: "Ah, dasar bokek loe!"
Sepupu 8 tahun: (muka polos) "Bokek artinya apa sih?"
Anak 12 tahun: "Payah, masa bokek aja gak tau... Gak gaul loe!"
Sepupu 8 tahun: (masih polos) "Gak gaul artinya apa sih?"

Ibu: "De, kamu jangan kelamaan di depan komputer ah. Nanti bisa sakit loh."
Anak: "Sakit gimana? Minus kacamata nambah?"
Ibu: "Lah kan katanya banyak virus komputer.. bahaya.. ntar ketularan."

17 Juli 2009

TRAGEDI !!!

Apakah tujuan menghalalkan cara ????
Siapakah hakim di dunia ???