30 Desember 2024

INDONESIA OMON-OMON

Indonesia masih berada dalam perangkap tindakan kolektif korupsi (collective action trap). Apa itu? silakan merujuk Persson, Rothstein & Teorell (2013). Apakah Indonesia dapat meniru negara-negara skandinavia, berhasil keluar dari perangkap itu dan melakukan transisi historis dari birokrasi yang patrimonial, nepotistik, dan korup, menjadi birokrasi yang bersih, Weberian, dan profesional? Mungkin saja, dengan syarat, sistem penegakkan hukumnya benar-benar terjaga integritasnya. Sejumlah negara skandinavia memulai penegakkan hukum berintegritas sejak abad 17. Jadi sudah 3 abad lebih. Ini faktor endogen dalam membongkar perangkap tindakan kolektif korupsi (Ostrom, 1990). Tanpa itu, kampanye antikorupsi hanya omon-omon. Meski antikorupsi menjadi mata kuliah wajib di perguruan tinggi. Korupsi hanya akan dianggap sebagai salah satu cara untuk menguasai sumber daya ekonomi. Bukan tindakan amoral. Setara tindakan menyontek saat ujian. Kalo tertangkap, akan dinilai sebagai "apes/sial" saja. Rasa malu luar biasa dan bersalah, tak ada dalam kamus.

Adalah wajar jika seseorang yang merugikan negara ratusan trilun rupiah, masih bisa tersenyum. Masih memperoleh dukungan media yang membingkai keluarganya sebagai pihak yang teraniaya. Memperoleh tunjangan penuh BPJS dari anggaran negara padahal hidupnya mewah. Mendapat simpati dari hakim karena bersikap sopan santun dan berpakaian netjes selama diadili. Terakhir, tidak ada pula warga negara yang merasa kerugian negara ratusan triliunan itu adalah kerugian bagi dirinya juga, sebab mereka juga sebenarnya hanya menunggu giliran untuk mengambil uang negara itu jika ada kesempatan. Korupsi hanyalah salah satu cara untuk kaya. Seperti dalam berdagang, setiap kesempatan harus diambil, yang penting untung. 

Sementara faktor eksogen ada banyak, di antaranya, nasionalisme, kekalahan perang, kehancuran ekonomi, dst (Tilly, 1990). Faktor pendukung integritas penegak hukum ini, terjadi di beberapa negara skandinavia setelah perang-perang lokal di antara mereka, kemudian PD 1 dan PD 2 yang menyebabkan tindakan individu yang egoistik akan mendapat hujatan. Seperti tidak mau antri atau buang sampah sembarang. Tindakan kolektif normatif menjadi mapan dan mengendalikan nilai hidup individualistik Eropa (Persson, Rothstein & Teorell, 2013).

Apakah Indonesia akan menuju ke sana? atau sekedar omon-omon seperti halnya negara-negara republik pisang, yang sepakat hidup apa adanya sambil menghisap cannabis..?