15 September 2023

Dosen Stikom Bandung: KPI Pusat Tidak Ingat Aturannya Sendiri

 

Press Release

Bandung (15-09-2023), 

        Kelompok diskusi dosen komunikasi di Bandung, Sakola Nusa, mempertanyakan keputusan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat terhadap polemik azan maghrib yang menampilkan bakal calon Presiden 2024. Usai diskusi yang berlangsung di kampus Stikom Bandung, jum’at (15/09/2023) pagi membahas tema posisi KPI dalam Pemilu, dosen jurnalistik dan penyiaran, Nursyawal, M.I.Kom. menegaskan, azan yang disisipi adegan bersuci seorang bakal calon Presiden pada pemilu 2024 nanti itu, jelas-jelas ada dalam Peraturan KPI tentang Standar Program Siaran (SPS) Tahun 2012.

Ketua LPPM Stikom Bandung
        Menurut Nursyawal, keputusan KPI Pusat yang menyebut tampilnya bakal calon presiden di program siaran Adzan Magrib tidak melanggar ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS), menunjukkan lembaga negara independen tersebut tidak ingat pada aturan yang dibuatnya sendiri. Anehnya, meski memutuskan tidak melanggar aturan, KPI mengimbau agar program siaran tersebut tidak lagi ditayangkan untuk menjaga Pemilu 2024 berlangsung damai. Ini jelas provokasi dari sebuah lembaga negara, terhadap kedamaian pemilu, karena menuduh tayangan adzan dapat membuat pemilu berlangsung tidak damai.

Nursyawal menegaskan, KPI seharusnya tegak lurus melaksanakan tugas dan wewenangnya saja, yaitu mengawasi isi siaran berdasarkan aturan yang ditetapkannya sendiri, yaitu P3 dan SPS. Dalam SPS Pasal 58 ayat 5 jelas tertulis: “Azan sebagai tanda waktu shalat dilarang disisipi dan/atau ditempeli (built in) iklan”. KPI nampaknya hanya melihat sisipan adegan bakal calon presiden di program siaran adzan maghrib itu sebagai bukan iklan, padahal menurut definisi yang tertulis pada buku Etika Pariwara Indonesia, Edisi ke-3, Cetakan ke-1, amanden tahun 2020, Bab II Pedoman, Sub D. Definisi, poin 12, ada definisi lain selain “iklan” yaitu “Iklan Layanan Masyarakat” yang merupakan “pesan komunikasi publik yang tidak bertujuan komersial tentang gagasan atau wacana, untuk mengubah, memperbaiki, atau meningkatkan sesuatu sikap atau perilaku dari sebagian atau seluruh anggota masyarakat”. Kemudian pada poin 15 yaitu “Iklan Nirkomersial” sebagai “suatu bentuk komunikasi melalui berbagai media yang tidak memiliki tujuan komersial, seperti iklan kebijakan publik, iklan pamong, iklan layanan masyarakat tanpa mencantumkan identitas perusahaan dan/atau produk”. Sehingga seharusnya KPI bersikap, sisipan adegan tokoh publik dalam adzan itu adalah iklan layanan masyarakat dan iklan nirkomersial, sehingga masuk dalam aturan Pasal 58 ayat 5 SPS, karena merujuk definisi iklan pada SPS KPI Tahun 2012, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 poin 20 dan 22 iklan adalah sebagai informasi komersial dan layanan masyarakat. Konsekuensinya, KPI Pusat seharusnya memberi sanksi teguran.


Dosen Stikom Bandung
Untuk preseden ini, Nursyawal meminta KPI Daerah menegur KPI Pusat atas kelalaian itu, agar pemilu benar-benar damai dan media massa televisi tidak disalahgunakan oleh pemilik media yang partisan, sekaligus melindungi para pekerja media yang terancam keamanannya jika pemilik media memaksa isi media miliknya berpihak pada kontestan tertentu. Nursyawal juga meminta agar pembuat iklan mengingat ikrarnya pada Tahun 2020 ketika menyepakati Etika Pariwara Indonesia, yaitu menjadikan periklanan mampu meningkatkan kontribusinya untuk peradaban dan perekonomian Indonesia dengan membangun periklanan nasional yang sehat, jujur dan bertanggung jawab.