21 Juni 2016

Menyuarakan Pikiran

Banyak orang bilang, menulis adalah salah satu cara untuk menumpahkan semua isi pikiran. Tapi tidak banyak orang yang bisa membantu bagaimana menuliskannya.

Meski sebagian sudah biasa menulis dalam buku harian pribadi. Sebagian menulis dengan menumpahkan isi pikiran begitu saja ke dalam buku, berupa kata-kata tak beraturan yang muncul spontan atau kalimat-kalimat tak bersambungan. Yang penting untuk mencurahkan perasaan saat menulis. Biasanya buku harian ini disimpan secara tertutup.

Sebagian lagi, menulis dulu dalam carik kertas dan menggunakan pilihan kata tertentu yang dianggap mewakili pikiran dan perasaan tentang hal yang dipikirkan. Setiap saat muncul dorongan untuk mencurahkan pikiran dan perasaan, ia cari alat tulis dan carik kertas. Bisa melanjutkan kalimat yang sebelumnya pernah ditulis atau hal baru. Kemudian carik-carik kertas yang berisi kata dan kalimat, ditulis ulang dalam buku catatan. Ini memang lebih rumit, tapi bagi sebagian orang, cara ini digunakan agar curahan pikiran dan perasaannya dapat dibagikan kepada banyak orang. Sengaja ia samarkan sasaran curahan agar semua orang bisa ikut merasakan tanpa ikut mencampuri.

Sebagian menulis dengan terbuka pikirannya dan membiarkan orang lain mengetahuinya. Ada yang menulis dengan pilihan kata bersanjak, berandai-andai, memakai metafora, atau konotatif. Ada yang menulis dengan gaya argumentatif, alur nalar tertentu dan menggunakan bukti-bukti empirik atau fenomenologis.

Sebagian orang menyebut, mencurahkan pikiran ke luar dari dalam kepala sendiri, membantu menjernihkan pikiran. Membantu mengurangi resiko menjadi halusinatif, lalu gila.

Menulis adalah salah satu caranya. Ada banyak cara lain untuk mengeluarkan pikiran dari dalam kepala. Aktifitas fisik yang melibatkan emosi, seperti marah, berteriak, berkelahi, juga mekanisme dengan tujuan yang sama. Cara yang positif untuk itu adalah berlari di GOR, meninju sandsack, bernyanyi.

Cara lain, mengalirkan pikiran dan perasaan ke dalam perenungan mendalam dan penyerahan diri. Melukis, memanjat gunung, semadi, yoga, merangkai bunga, dst. Ini hanya mungkin dilakukan oleh orang yang sudah mampu mengendalikan pikiran dan perasaan dengan baik.

Yang masih sulit dinilai adalah kebiasaan anak jaman sekarang dengan cuitan atau status di medsos. Apakah itu analog dengan carik carik kertas? Entahlah, karena tidak diketahui apakah carik-carik cuitan atau status itu merupakan bagian dari untaian pikiran yang utuh dan kemudian bisa dikumpulkan. Atau apakah emoji atau emoticon merupakan representasi perenungan dan pendalaman serta penyerahan diri seperti sebuah lukisan? Entah, saya serahkan pada kalian anak-anak jaman untuk menjawabnya.

Apapun pilihan caranya, menumpahkan pikiran dari dalam kepala ke luar, adalah cara alamiah untuk menjaga keseimbangan jiwa.

Ada pendapat lain?

Sementara cara menulis bisa dipelajari dari banyak buku atau di sekolah-sekolah komunikasi dan jurnalistik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar