22 Desember 2018

Hiburan Gratis di TV

Hiburlah diri kita sampai mati. Begitulah satire Neil Postman tentang televisi. Medium ini, hingga kini, menurut survey kepemirsaan Nielsen (2017), masih merupakan medium yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Bahkan ketika disebut telah datang ancaman baru dari sebuah media baru, televisi masih menjadi "darling" khalayak.

Di Indonesia, khalayak mengonsumsi isi televisi sebanyak lebih dari 3 jam sehari. Masih kalah tinimbang khalayak AS yang 5 jam sehari. Namun di AS, orang menggunakan televisi bukan hanya untuk menonton televisi, tetapi juga bermain game online, browsing, atau nonton film dari cakram blu-ray. Itu sebabnya, menurut survey Nielsen, khalayak AS makin cenderung mencari televisi dengan layar yang levih lebar dan teknologi yang lengkap dengan koneksi internet. Di Indonesia, perangkat televisi masih hanya sekedar layar datar karena kepemilikan smart-tv belum meluas, dan gaming masih dilakukan di PC, serta cakram blu-ray belum banyak bajakannya. Jadi, untuk kasus tanah air, 3 jam rata-rata dipakai untuk menerima isi siaran dari lembaga penyiaran jasa televisi tinimbang isi yang lain.

Maka satire Postman itu masih berlaku untuk kasus Indonesia. Publik penyiaran masihlah konsumen hiburan yang fanatik dan baperan ketika sejumlah isi siaran terkena semprit KPI. Layaknya seorang pengemudi yang protes pada polisi penilang dengan menunjuk pengemudi lain yang "lolos" dari tangkapan, penonton tv kerap menunjuk tayangan lain ketika tayangan favoritnya disemprit, atau ketika menyampaikan ketidaksetujuan pada tindakan KPI.

Khalayak tanah air adalah konsumen yang tidak banyak tuntutan, termasuk pada isi siaran tv. Bahkan mereka amat berterima kasih karena sudah disuguhi hiburan yang bisa ditonton gratis. Ketika mereka harus membayar tayangan melalui kabel pun, mereka cukup mahfum ketika pengelola tv kabel juga menyisipkan iklan dalam tayangan. Saling memahami saja, pengelola tv kabel juga kan sedang usaha buat nafkah keluarga. Sementara khalayak butuh ragam pilihan isi tayangan.

Konsumen tv di tanah air, tidak terlalu ngotot meminta agar ada jam tayang khusus untuk anak di atas usia 3 tahun dan remaja. Mereka juga tidak ngotot agar iklan rokok ditayangkan sesuai jam tayang untuk orang dewasa. Karena konsumen media di tanah air tidak peduli jika anak-anak terpapar isi siaran yang belum pantas untuk usianya, akan mempengaruhi perilakunya saat dia dewasa. Konsumen media di tanah air juga tidak peduli jika batita terpapar sinar dari perangkat televisi juga berpengaruh pada perkembangan organ mata juga otaknya, yang akan berpengaruh pada hidupnya saat ia dewasa nanti. Konsumen media di tanah air hanya peduli hari ini kebutuhan hiburannya terpenuhi. Besok itu urusan nanti.

Jika kita menyaksikan makin banyak anak remaja yang bertingkah agresif impulsif, maka itu pasti salah sang Presiden, karena telah mendatangkan TKA secara masif ke tanah air. Sigh..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar