Penulis: Nursyawal (kandidat Doktor Ilmu Komunikasi UNISBA Bandung)
Tema ini telah dipaparkan dalam kuliah umum pada kelas mata kuliah media dan komunikasi krisis di Program studi magister ilmu komunikasi Universitas Pancasila, 26 Juni 2025.
Latar Belakang: Luka di Surga Laut
Pulau Gag di Raja Ampat, Papua Barat
Daya, bukan sekadar gugusan karang dan pasir putih. Ia adalah bagian dari
segitiga terumbu karang dunia, rumah bagi pari manta, paus sperma, dan ribuan
spesies laut lainnya. Gugusan pulau di Raja Ampat, Papua Barat Daya, dikenal
sebagai bagian dari pusat keanekaragaman hayati laut dunia. Namun, keindahan ini terancam sejak aktivitas
tambang nikel oleh PT Gag Nikel kembali berjalan, pulau ini memicu kontroversi
nasional dan menarik perhatian dunia.
Awalnya Bulan Maret 2025, masyarakat
adat menolak operasional tambanag Nikel di kawasan Raja Ampat. Aliansi
masyarakat adat menyebut eksploitasi ini mengancam bukan hanya alam, tetapi
martabat budaya Papua. Kemudian awal Bulan Juni, aktifis Greenpeace Indonesia
menarik perhatian publik dengan aksi demo di tengah sebuah konferensi di sebuah
hotel di Jakarta. Greenpeace menyebut lebih dari 500 hektare hutan telah rusak,
dan sedimentasi dari tambang mengancam ekosistem laut. Di sisi lain, sebagian
warga Pulau Gag justru menolak penutupan tambang karena bergantung pada
perusahaan untuk penghidupan. Pemerintah kemudian mencabut empat dari lima izin
tambang di Raja Ampat, namun tetap mempertahankan izin PT Gag Nikel.
Kontroversi ini memperlihatkan kompleksnya
hubungan antara pembangunan, lingkungan, dan komunikasi publik serta benturan
abadi antara ekologi dan ekonomi yang menggoyahkan kepercayaan masyarakat
terhadap negara. Kembali kita menyaksikan benturan antara ekologi dan ekonomi
yang mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara. Di sini
peran komunikasi krisis pemerintah diuji untuk memulihkan kepercayaan
masyarakat sebab “kepercayaan adalah fondasi di mana legitimasi lembaga publik
dibangun dan sangat penting untuk menjaga kohesi sosial.” (Hidayat et al., 2022,
hlm. 209).
Komunikasi Krisis Pemerintah: Klarifikasi dan Ketidakpercayaan
Menurut Perse, komunikasi krisis
mencakup “peningkatan ketergantungan masyarakat pada media dalam situasi penuh
ketidakpastian,” terutama untuk memperoleh kejelasan, stabilitas, dan makna (2001,
hlm. 150). Dalam konteks ini, komunikasi bukan hanya informasi, tetapi juga
rekonstruksi kepercayaan sosial. Untuk memahami bagaimana wacana pemerintah
dalam kasus tambang nikel dibentuk dan diterima publik, artikel ini menggunakan
metode analisis wacana kritis dari Teun A. van Dijk. Pendekatan ini membedah
bahasa sebagai alat kekuasaan yang memengaruhi persepsi melalui tiga tingkat
struktur wacana: struktur teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Analisis
dimulai dengan membaca elemen makro (tema utama), superstruktur (pola penyajian
narasi), dan mikrostruktur (pilihan kata, gaya bahasa, metafora). Selanjutnya,
kognisi sosial menyoroti bagaimana aktor, dalam hal ini pemerintah, membangun
makna dalam pikiran kolektif masyarakat. Terakhir, konteks sosial menganalisis
posisi institusi dalam struktur kekuasaan dan bagaimana mereka mendominasi alur
informasi.
Teknik analisis dilakukan melalui
pengumpulan korpus data berupa kutipan pernyataan, publikasi media, dan pidato
publik, lalu ditelusuri cara narasi dibentuk: apakah bersifat penyangkalan
(denial), justifikasi legal, atau delegitimasi kritik. Analisis ini
memungkinkan pembaca melihat ketimpangan antara narasi elite dan realitas
lapangan, serta menilai bagaimana kontrol atas informasi digunakan untuk
membentuk opini publik. Dengan begitu, wacana bukan sekadar soal kata-kata,
tetapi cara institusi memosisikan dirinya dalam konflik dan krisis, apakah
sebagai pelayan publik atau sebagai penjaga citra.
Berikut tabel kompilasi data dalam polemik tambang nikel Raja Ampat ini:
24 Maret 2025, New Guinea Kurir |
Yohan Sauyai, tokoh adat, menyerahkan
petisi penolakan dari 12 kampung Suku Betew dan Maya karena tambang merusak
wilayah adat dan laut sakral. |
21 Mei 2025, Prima Rakyat |
Filep Wamafma (Ketua Komite III DPD RI)
menyatakan sektor tambang mengancam ekosistem dan bertolak belakang dengan
aspirasi masyarakat adat yang mendukung pariwisata berkelanjutan. |
3 Juni 2025, Kompas.com |
Greenpeace Indonesia dan aktivis lokal
menggelar protes di "Indonesia Critical Minerals Conference" dengan
pesan "Save Raja Ampat from Nickel Mining" |
4 Juni 2025, Media Pemalang |
Dua aktivis Greenpeace dan masyarakat
Papua ditahan saat aksi damai di Jakarta. Greenpeace melaporkan kerusakan
lebih dari 500 hektare hutan di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran. |
8 Juni 2025, Kompas.com |
Iqbal Damanik (Juru Kampanye Hutan
Greenpeace) menyatakan eksploitasi nikel menyebabkan sedimentasi pesisir dan
kerusakan ekosistem laut Raja Ampat. |
10 Juni 2025, Media Indonesia |
Bahlil Lahadalia menyatakan keputusan
pencabutan izin tambang "bukan karena viral," menolak tekanan
publik. Ia juga menegaskan PT Gag Nikel diizinkan beroperasi karena telah
sesuai AMDAL |
12 Juni 2025, Kompas.com |
Pemerintah melabeli klaim kerusakan
lingkungan sebagai "hoaks" dan menyebut terumbu karang "tetap
lestari" |
13 Juni 2025, MSN News |
Komnas HAM dan Auriga Nusantara
menyatakan aktivitas tambang di enam pulau sebagai pelanggaran HAM dan pemicu
konflik sosial |
16 Juni 2025, Media Indonesia |
Yan C. Warinussy (Sekjen DAP) menolak
penyelesaian adat dan menyebut kasus ini sebagai eco-crime yang harus
diselesaikan secara pidana. |
18 Juni 2025, MSN News |
Yan C. Warinussy kembali menyatakan
pernyataan Menteri Bahlil keliru dan membahayakan keadilan hukum masyarakat
adat. |
18 Juni 2025, iNews.id |
Auriga Nusantara, Greenpeace, Unesa,
dan masyarakat Manuran melaporkan hilangnya 494 hektare hutan dan pencemaran
laut, dengan warga melaporkan air laut berubah cokelat akibat sedimentasi
tambang. |
19 Juni 2025, Tempo |
Jefri Dimalauw (tokoh pemuda Kampung
Salio) melaporkan konflik antara dua kampung Suku Kawe terkait hak
pengelolaan Pulau Wayag dan tambang. |
20 Juni 2025, RM.id |
Filep Wamafma dan Yan C. Warinussy
mendesak pemerintah dan aparat hukum menindak tambang secara pidana, menyebut
masyarakat adat korban kebijakan yang keliru. |
23 Juni 2025, Mongabay.co.id |
Auriga Nusantara, akademisi kelautan,
dan masyarakat sipil menuntut penghentian tambang di pulau kecil, menyoroti
UU No. 1/2014 yang melarang tambang di pulau kecil dan dampak ekologis lintas
wilayah |
24 Juni 2025, Kompas.com |
KPK berkoordinasi dengan Greenpeace
untuk meninjau ulang izin tambang dan mencegah potensi korupsi sektor sumber
daya alam |
24 Juni 2025, MSN News |
Kementerian LHK mengklaim PT Gag Nikel
berstatus "hijau dan biru," menunjukkan ramah lingkungan |
24 Juni 2025, Liputan6 |
Brigjen Pol Nunung dari Polri
menyatakan, "Namanya tambang pasti ada kerusakan. Tambang mana yang
nggak rusak?" |
Manusia adalah makhluk
yang kompleks karena kesanggupannya mengolah bahasa, sehingga simbol yang
nampak dapat memiliki makna berganda. Apa yang terbaca, terdengar, terlihat,
bisa jadi bukan itu yang dimaksud. Dalam ilmu komunikasi pernyataan-pernyataan
manusia yang tersurat dapat dianalisis maksud yang tersirat dibaliknya menggunakan
kerangka analisis wacana kritis, di antaranya model analisis van Dijk. Begitu pula
pernyataan-pernyataan yang mewakili pemerintah dan dapat ditemukan di sejumlah
media online terkait kontroversi tambang nikel di kawasan Raja Ampat dapat dianalisis
makna tersiratnya. Kerangka analisis ini dapat melihat bagaimana kekuasaan
menggunakan bahasa tidak hanya untuk menyampaikan informasi, tetapi juga untuk
membentuk realitas. Dengan membedah struktur narasi dan mencari kata kunci dari
sejumlah pernyataan yang ada, kemudian melihat ideologi dibalik pernyataan itu (kognisi sosial),
serta menemukan apa tujuan pelontaran pernyataan itu (konteks sosial).
Dengan model analisis van Dijk itu kita dapat menemukan lima pernyataan kunci pemerintah dan strategi komunikasi di baliknya.
Tabel Analisis Wacana Kritis Model van Dijk
No |
Pernyataan |
Struktur
Teks |
Kognisi
Sosial |
Konteks
Sosial |
1 |
“Sesuai Amdal” (10 Juni) |
Justifikasi legal formal |
Pemerintah menegaskan prosedur di
atas etika lingkungan |
Ketegangan antara hukum dan moral
ekologis |
2 |
“Bukan karena viral” (10 Juni) |
Defensif terhadap opini publik |
Menolak bahwa masyarakat punya
pengaruh legitimasi |
Masyarakat sipil menguat di ruang
digital |
3 |
“Pencemaran itu hoaks” (12 Juni) |
Makro: penyangkalan krisis; Mikro:
labelisasi |
Mengarahkan publik agar hanya
mempercayai versi pemerintah |
Tekanan kuat dari LSM dan publik
digital |
4 |
“Terumbu tetap lestari” (12 Juni) |
Absolutisme lingkungan |
Menafikan temuan visual dan kritik
independen |
Diskrepansi antara data lapangan
dan narasi resmi |
5 |
“Hijau dan biru” (24 Juni) |
Simbolisasi administratif |
Menciptakan legitimasi melalui
indikator birokratis |
Penilaian KLHK dipertanyakan
independensinya |
1. "Sesuai
AMDAL" - Teknokratisasi Politik Lingkungan
Menteri ESDM berulang
kali menegaskan bahwa PT Gag Nikel beroperasi "sesuai AMDAL." Ini
adalah contoh klasik teknokratisasi, di mana persoalan politik dan ekologis
direduksi menjadi urusan teknis administratif. Strategi ini efektif karena
menciptakan ilusi objektivitas: seolah-olah keputusan diambil berdasarkan
sains, bukan kepentingan politik-ekonomi. Padahal, AMDAL bukanlah dokumen
netral, ia adalah produk negoisasi antara perusahaan, konsultan, dan birokrat
yang tidak selalu mengutamakan kepentingan ekologis. Selain itu, pemerintah juga
tidak membuka dokumen AMDAL itu untuk evaluasi publik. Transparansi, prinsip
fundamental demokrasi, diabaikan.
2. "Bukan Karena
Viral" - Depolitisasi Partisipasi Publik
Pernyataan bahwa evaluasi
pemerintah yang kemudian mencabut sejumlah izin tambang "bukan karena isunya
viral" mengungkap mentalitas anti-demokrasi. Pemerintah melihat mobilisasi
warga dunia maya (netizen) sebagai "gangguan" ketimbang bentuk
partisipasi politik yang sah. Ini adalah strategi depolitisasi, mengabaikan
dimensi politik dari isu publik dengan menyebutnya sebagai "sensasi
media" atau "viral." Padahal, kampanye digital adalah salah satu
cara masyarakat sipil mengorganisir diri dalam demokrasi di era media sosial
saat ini. Toh pemerintah pun menggunakan saluran yang sama untuk propagandanya
di jaman sekarang. Dengan mendiskreditkan "viralitas," pemerintah sedang
menolak legitimasi bentuk-bentuk baru partisipasi politik.
3. "Pencemaran Itu
Hoaks" - Politik Post-Truth
Labelisasi klaim
kerusakan lingkungan sebagai "hoaks" seperti yanag disampaikan
beberapa kali oleh pejabat pemerintah adalah strategi berbahaya yang
menunjukkan adopsi politik post-truth. Ketika bukti empiris (foto satelit,
laporan nelayan, dokumentasi LSM) didiskreditkan sebagai "informasi
palsu," yang terjadi adalah relativisme epistemologis, tidak ada lagi
kebenaran objektif, yang ada hanya versi pemerintah versus versi oposisi. Strategi
ini mengikis dasar-dasar diskursus demokratis yang mensyaratkan adanya fakta
bersama sebagai titik tolak debat publik. Ketika fakta dipolitisasi, yang
menang bukan argumen terkuat, melainkan kekuatan yang paling dominan.
4. "Terumbu Tetap
Lestari" - Kontradiksi Performatif
Klaim bahwa terumbu
karang "tetap lestari" sambil mengizinkan aktivitas yang jelas-jelas
merusak adalah contoh kontradiksi performatif, ketika pernyataan bertentangan dengan
tindakan yang memungkinkan pernyataan itu ada. Ini menunjukkan pemerintah lebih
memprioritaskan konsistensi dongeng ketimbang konsistensi faktual. Yang penting
bukan realitas lapangan, melainkan realitas diskursif yang bisa diatur-atur
jalan ceritanya oleh penguasa.
5. "Status
Hijau-Biru" - Greenwashing Institusional
Klaim Kementerian LHK
bahwa PT Gag Nikel berstatus "hijau dan biru" adalah greenwashing tingkat
institusional. Dengan menggunakan simbolisme warna yang diasosiasikan dengan
kelestarian, pemerintah mencoba menciptakan legitimasi ekologis bagi aktivitas
yang secara fundamental anti-ekologi.
Greenwashing adalah
strategi komunikasi korporat yang kini diadopsi negara untuk melegitimasi
kebijakan yang merusak lingkungan dengan retorika pelestarian lingkungan.
Misalignment: Ketika Janji dan Realita Tak Sejalan
Komunikasi krisis menjadi jembatan
antara pemerintah dan masyarakat saat terjadi ketegangan. Namun dalam kasus
ini, berdasarkan hasil analisis wacana kritis, pendekatan yang diambil pemerintah
cenderung bersifat defensif dan top-down. Menurut Fearn-Banks (2016),
komunikasi krisis yang efektif harus bersifat transparan, empatik, dan berbasis
data. Ketika pemerintah gagal menunjukkan data independen atau membuka ruang
dialog, maka komunikasi berubah menjadi alat pembenaran, bukan pemulihan. Pemerintah
melalui Kementerian ESDM menyatakan aktivitas tambang PT Gag Nikel “tidak
menimbulkan pencemaran” dan menyebut sebagian kritik sebagai “hoaks”. Pernyataan
ini memperkuat persepsi publik bahwa ada sesuatu yang disembunyikan.
Salah satu akar krisis kepercayaan
adalah misalignment, ketidaksesuaian antara narasi pemerintah dan realitas di
lapangan. Pemerintah menjanjikan pembangunan berkelanjutan dan transisi energi
hijau, namun justru mengizinkan eksploitasi di kawasan ekosistem sensitif. Dalam
Manajemen Krisis Komunikasi, Irwanti (2023, hlm. 87), menjelaskan “ketika
organisasi menyampaikan pesan yang tidak konsisten dengan tindakan, maka krisis
reputasi tak terhindarkan”. Sementara Aziz & Wicaksono (2020) menekankan
bahwa komunikasi krisis bukan sekadar klarifikasi, tetapi dialog berkelanjutan
yang membangun kepercayaan. Kembali menurut Irwanti (2023, hlm. 81), “ketika
tindakan institusi tak sesuai dengan komunikasi eksternal, maka krisis reputasi
berubah menjadi krisis moral”.
Dalam kasus tambang nikel, misalignment ini terlihat jelas pada data ini:
Pemerintah menyebut tambang “tidak
mencemari” |
dokumentasi Greenpeace menunjukkan
limpasan tanah dan kerusakan hutan. |
Pemerintah mengklaim mendukung
konservasi |
namun tetap mengizinkan tambang di
pulau kecil yang dilindungi oleh UU No. 1 Tahun 2014. |
Narasi “bukan karena viral” |
sisi lain nampak kuatnya gerakan
digital. |
Frasa “hijau biru” air laut |
vs foto sedimentasi laut dan keruhnya
kepercayaan publik |
Komunikasi krisis yang ideal seharusnya mampu meredakan kecurigaan publik dan membangun kembali kepercayaan. Namun dalam kasus ini, yang terlihat justru pendekatan defensif dan konfrontatif.
Membangun Ulang Kepercayaan, Bukan Sekadar Menambal Citra
Kasus tambang nikel di Pulau Gag bukan hanya soal logam dan ekonomi. Ia adalah cermin dari bagaimana pemerintah berkomunikasi dalam krisis yang menyentuh ekologi, budaya, dan kepercayaan publik. Komunikasi krisis yang efektif bukan tentang membungkam kritik, tetapi tentang mendengar, menjelaskan, dan bertindak konsisten, tentang bagaimana krisis tidak cukup dihadapi dengan klarifikasi teknokratis. Melainkan komunikasi partisipatif yang transparan dan berbasis empati publik.
Daftar Pustaka
Aziz, M. S., & Wicaksono, M. A. (2020). Komunikasi Krisis. Banda Aceh: Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian Aceh [https://diskominfo.acehprov.go.id/media/2022.12/buku_komunikasi_krisis_dummy1.pdf]
Fearn-Banks, K. (2016). Crisis Communications: A Casebook Approach (5th ed.). New York: Routledge.
Irwanti, M. (2023). Manajemen Krisis Komunikasi: Tinjauan Teoritis dan Praktis. Jakarta: Widina Media Utama. (http://repository.usahid.ac.id/3316/2/Buku%20CETAK%20MANAJEMEN%20KRISIS%20KOMUNIKASI.pdf)
Tempo. (2025, Juni 13). Kontroversi Izin Tambang Nikel di Raja Ampat. (https://www.tempo.co/politik/kontroversi-izin-tambang-nikel-di-raja-ampat-1685748)
Kompas. (2025, Juni 9). Polemik Penambangan Nikel di Raja Ampat: Suara Warga dan Fakta Sejarahnya. (https://www.kompas.com/kalimantan-timur/read/2025/06/09/133200188/polemik-penambangan-nikel-di-raja-ampat-suara-warga-dan-fakta)
Perse, E. M. (2001). Media Effects and Society. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.
Kompas.com.
(2025, Juni 12). Kontra-Narasi Tambang Raja Ampat dan Krisis Kepercayaan
Publik. (https://nasional.kompas.com/read/2025/06/12/07150011)
Liputan6. (2025, Juni 24). Polri: Tambang Mana yang Tak Merusak Lingkungan. (https://www.liputan6.com/news/read/6060466)
Media Indonesia. (2025, Juni 10). Pemerintah Beberkan Alasan Tindak Tambang Raja Ampat. (https://mediaindonesia.com/ekonomi/781002)
MSN News. (2025, Juni 10 & 24). Pernyataan Pemerintah Soal Izin Tambang Nikel Raja Ampat. (https://www.msn.com/id-id)
Hidayat, R., Yusuf, N. R., & Tamrin, S. H. (2022). Tingkat kepercayaan publik terhadap kebijakan pemerintah dalam penanganan COVID-19. Jurnal Neo Societal, 7(4), 208–220. https://ojs.uho.ac.id/index.php/NeoSocietal/article/viewFile/28071/pdf