25 Agustus 2009

Hari tanpa Televisi (HTT) : Kendali Ada Di Tangan Anda

Sumber : Koran Pikiran Rakyat

KALAU pada Kamis (23/7) malam lalu Anda sempat menyaksikan tayangan malam puncak Nickelodeon Indonesia Kids Choice Awards 2009 yang disiarkan langsung dari Tennis Indoor Senayan Jakarta, ada satu kejadian yang menarik perhatian. Luna Maya yang mendapat penghargaan sebagai Artis Wanita Favorit bagi Anak-anak, didaulat ke atas panggung bersama Ariel "Peterpan". Tanpa dikomando, ratusan anak-anak yang berdiri di depan panggung mengeluarkan koor, "Cium... cium... cium!".

Entah apa yang ada di benak para orang tua menyaksikan adegan impulsif tersebut. Pasalnya, acara tersebut diperuntukkan bagi anak-anak, dan banyak dihadiri anak-anak. Mana yang jadi reaksi Anda saat menyaksikan adegan tersebut bersama buah hati Anda? Tertawa terbahak-bahak, apatis, atau bahkan tertawa miris?

Apa pun itu, setidaknya kejadian itu memberikan satu gambaran luas. Betapa anak-anak sudah sedemikian diterpa oleh tayangan yang diberikan media massa, terutama yang memberitakan kisah semacam Luna dan Ariel.

Pembahasan mengenai dampak negatif televisi sendiri sudah banyak diperbincangkan. Barangkali sejak J.L. Baird dan C.F. Jenkins pertama kali menemukan kotak bernama televisi di negeri Paman Sam. Pergulatan wacana seputar dampak negatif versus positif televisi tak pernah lepas dari perbincangan mahasiswa atau pemerhati dunia komunikasi. Yang paling mudah ditemukan, oleh orang tua yang prihatin dengan tayangan televisi bagi anak-anak mereka.

"Makanya kita butuh satu hari untuk mengingat kembali, isunya masih sama dengan tahun lalu. Dengan Hari tanpa Televisi (HTT), kita berharap bisa menggerakkan kecerdasan penonton untuk memilih tayangan televisi, dan menyehatkan tayangan televisi sendiri," ucap pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung sekaligus pengamat media, Santi Indra Astuti, ditemui di Sekretariat Bandung School of Communication Studies di Jln. Tamansari Bandung, Jumat (24/7).

Pada 2009, kegiatan HTT bertepatan dengan hari ini, Minggu (26/7). Namun Santi mengingatkan, HTT yang identik dengan slogan "Turn off Your TV Day", bukan merupakan bentuk ekstrem dari pelarangan menonton televisi.

"Itu yang sering saya alami, masih banyak orang yang berpikir seperti itu. Gerakan ini hanya sebagai ajakan untuk mematikan televisi selama satu hari, dan anjuran bagi keluarga untuk mencari kegiatan positif lain di luar menonton televisi," ucap Santi. Pemilihan hari Minggu disebabkan hari itu merupakan hari libur mayoritas, ketika anak-anak biasanya berkumpul bersama orang tua.

Ancaman televisi
Berdasarkan data dari AGB Nielsen Media Research untuk 2008, televisi masih merupakan media yang paling banyak dikonsumsi masyarakat, sebanyak 94 persen. Selanjutnya diikuti oleh radio (62 persen) dan koran (22 persen). Anggap saja itu merupakan satu bukti betapa besarnya pengaruh televisi.

Survei Unicef pada 2007 juga menyebutkan konstruksi realitas yang lumayan mengejutkan saat itu. Anak Indonesia menonton televisi sebanya lima jam sehari atau 1.560 hingga 1.820 setahun. Sementara jumlah jam belajar tak lebih dari 1.000 jam setahun. Ketika sudah menginjak bangku SMP, seorang anak rata-rata sudah menyaksikan siaran televisi selama 15.000 jam. Padahal, waktu belajar di sekolah tak lebih dari 11.000 jam.

Di Jawa Barat sendiri, dalam kurun waktu Januari hingga Juli 2009, ada empat tayangan televisi yang membuahkan surat teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat, akibat isi siaran yang dianggap bisa melukai jiwa anak-anak. "Pada dasarnya, setiap konsumen berhak mendapatkan kenyamanan saat mengonsumsi sesuatu. Ajakan HTT lebih kepada kampanye mengajak penonton untuk lebih dewasa memilih isi siaran," ucap Anggota KPID Jawa Barat Bidang Isi Siaran, Nursyawal, ditemui di Kantor KPID Jawa Barat di Jln. Malabar Bandung, Kamis (23/7).

Secara umum, kata Nursyawal, KPID Jawa Barat melayangkan surat teguran kepada radio dan televisi sebanyak 56 kali pada 2008. "Di antaranya, ada 26 aduan yang sudah diklarifikasi, namun mereka menyadari dan tidak melanjutkan," katanya.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bandung Y. Rudy Parasdio, ditemui di Kantor KPAI Jln. Cianjur Bandung, Jumat (24/7) menegaskan, anak-anak kini sudah menjadi korban kamuflase siaran tayangan televisi yang tidak sesuai dengan usia anak-anak. "Yang terkena sebenarnya mayoritas secara psikologis, dan ini sudah masuk ke ranah kekerasan terhadap anak," ucapnya.

Pelanggaran hak anak pada mutu siaran, kata dia, sebaiknya membutuhkan peran aktif orang tua untuk mendampingi saat anak-anak menonton televisi. Jika hal ini sulit dilakukan, minimal orang tua menyediakan alternatif kegiatan yang bisa dilakukan di rumah selain menonton televisi.

Kegiatan HTT lewat "Turn off Your TV Day" memang tidak serta-merta mengajak penonton untuk mengenyahkan televisi. Ajakan untuk melakukan "diet" televisi selama satu hari penuh setidaknya bisa memberikan gambaran kepada masyarakat bahwa tak ada istilah "ditodong" televisi. Penonton sebagai konsumen punya hak penuh untuk menentukan atau (bahkan) menggiring tayangan menjadi lebih aman bagi anak-anak. Jadi, kini saatnya kendali ada di tangan Anda. (Endah Asih/"PR") ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar