11 Januari 2025

SINETRON LAWAS DI LAYAR KACA

Banyak remaja (15-18th) jaman sekarang tidak lagi mengenal istilah layar kaca. silakan saja diuji dengan menanyakan kepada mereka untuk menjelaskan apa itu layar kaca. 

Bagi generasi baby boomer macam saya, itu adalah teknologi dominan. Semasa remaja, saya hanya dihibur oleh TVRI pada waktu-waktu senggang di rumah. Sepanjang masa remaja itu, mata saya terbiasa memandang layar kaca berwarna hitam, putih, dan gradasi di antaranya.. tidak ada warna lain. sampai saya kuliah, barulah ada televisi berwarna, karena harganya mulai bisa dijangkau orang kebanyakan, meski TVRI sendiri sudah mulai siaran dalam mode berwarna sejak tahun 1980.

Karenanya ada banyak program siaran dan judul sinetron/film yang tetap melekat sampai sekarang. Mungkin karena saking jarangnya konten yang masuk mata, maka otak tidak terisi penuh lalu luber. bandingkan dengan remaja sekarang yang harus menampung begitu banyak konten. entah apakah mereka mengingat seluruhnya karena kapasitas otaknya lebih besar, atau banyak yang luber, keluar dari kotak ingatan yang sudah terisi penuh.

Saya masih ingat Oshin, Isaura, Voyage to The Bottom of The See, Land of The Giants, Star Trek, Battle Star of Galactica, Cosby Shows, Voltus, He Man, MacGyver, Barretta, Kojak, Bonanza, The Saint, Fullhouse, Kamenrider, Knight Rider, Kumkum, Rin Tin TIn, Little House on The Prairie, ACI, keluarga cemara, keluarga marlia hardi, keluarga rahmat, rumah masa depan, sanggar cerita, Losmen, Kung Fu, CHIP, Hawaii 5.0, Remington Steel, Planet of The Apes, Charlies Angel, A Team, Friday the 13th, ALF, Maried with Children, Dynasty, Dallas, Santa Barbara, Six Million Dollar man, Grizzly Adam, Quantum Leap, Unyil, Ria Jenaka, Berpacu dalam Melodi, srimulat.. ada yang mau nambahin?

Ini saya tulis katanya untuk memeriksa apakah otak masih berfungsi baik atau mulai ada gejala demensia karena faktor U.. hehe..

09 Januari 2025

VIRTUE ETHICS TERHADAP INFORMASI KONFLIK ISRAEL-PALESTINA SAAT INI

Penulis: Nursyawal

Kualitas manusia yang unggul adalah ihsan. Sesuai perintah Allah, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat ihsan” (QS. Ali Imran: 134), “Dan orang-orang yang berbuat ihsan, itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan yang paling besar” (QS.Yunus: 26), “Dan Allah bersama orang-orang yang berbuat ihsan” (QS. Al-Ankabut:69). Artinya, menjadi ihsan adalah kewajiban kemanusiaan. Menjadii manusia yang memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan dari hidup yang baik dan bermakna. Manusia ihsan adalah manusia yang menjadi teladan dan inspirasi bagi orang lain. Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” [HR.Ahmad].

Prinsip kebermanfaatan ini jelas berbeda tipis dengan prinsip antrophocentrisme Aristoteles, yaitu kebahagiaan Eudaimonia. Kebahagian yang dicapai oleh pemenuhan kebutuhan, serta tindakan resiprokal dari lingkungan yang berbudi luhur (Zalta, 2002), bukan tindakan memberi tanpa pamrih. Ihsan adalah kebahagiaan yang dicapai karena dapat memberi dan bermanfaat sebagai kesadaran akan kewajiban hamba Allah, tanpa pamrih. Meski secara konsep, ihsan dapat dikelompokkan ke dalam etika kebajikan (virtue ethics) yang ditawarkan Aristoteles dalam bukunya, Nichomachean Ethics. Buku yang diperkirakan mulai dibahas para pemikir filsafat barat, tahun 300 SM (Littlejohn & Foss, 2009).

Salah satu pencapaian ihsan adalah menjaga lisan dan bersikap jujur, sama seperti dalam konsep etika kebajikan. Kombinasi menjaga lisan dan bersikap jujur, keduanya adalah lawan dari kebohongan. Dalam Islam, berbohong disebut sebagai perbuatan orang-orang yang tidak bertakwa kepada Allah SWT. Seperti Firman Allah, “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah pembohong” (QS. An-Nahl: 105). “Dan janganlah kamu mencampuradukkan kebenaran dengan kepalsuan atau (janganlah kamu) menyembunyikan kebenaran sedang kamu mengetahuinya” (QS. Al-Baqarah: 42).

Dalam terminologi kiwari, kebohongan yang diada-adakan disebut dengan hoax. Dalam Islam, tidak ada perbedaan nilai moral terhadap hoax, dalam bentuk dan tujuan apapun, itu adalah dosa. Sementara dalam kajian komunikasi, hoax terbagi dalam dua kategori. Misinformasi dan Disinformasi. Menurut kamus bahasa inggris, Mirriam Webster, misinformasi berarti informasi yang tidak benar karena tidak lengkap atau tidak akurat sehingga dapat menyesatkan jika dianggap sebagai pengetahuan yang benar. Sesuatu disebut misinformasi jika itu disebarkan tanpa maksud menipu atau menyesatkan atau karena penyebarnya tidak tahu bahwa informasi itu tidak lengkap atau tidak akurat. Sedangkan disinformasi adalah kata serapan dari bahasa Russia yang merujuk kepada sebuah tindakan menyebarkan informasi palsu yang dibuat dengan sengaja untuk menyesatkan, merugikan atau menjatuhkan pihak tertentu (Mirriam-Webster). Sehingga misinformasi bernilai moral "tidak buruk", bahkan diperbolehkan jika bermaksud sebagai komedi, sementara disinformasi diberi nilai moral "buruk" karena dianggap perbuatan jahat. Terutama karena istilah disinformasi memang berasal dari nama sebuah organisasi propaganda Rusia di era perang dunia pertama, dezinformatsiya.

Berdasar catatan sejarah, hoax memang kerap muncul dalam konflik. Seperti pada pekan-pekan terakhir ini, masyarakat dunia tertarik perhatian kepada konflik militer di Palestina. Di sejumlah kota di banyak negara, muncul aksi demonstrasi menentang tindakan agresi militer Israel di Palestina dan menuntut agar Palestina memperoleh haknya untuk bebas berdaulat sebagai negara. Pada saat yang sama, beredar banyak informasi dari lokasi konflik dengan beragam versi. Termasuk di dalamnya versi hoax.

Salah satu yang sempat mencuat dan menjadi kontroversi adalah hoax tentang puluhan bayi yang dibantai di wilayah Israel bernama Kfar Aza tidak lama setelah serangan roket Hamas 7 oktober 2023. Informasinya berbentuk video yang merupakan potongan rekaman siaran berita stasiun televisi bernama i24 dan nampak ada seorang reporter perempuan yang sedang stand-up reporting dari lokasi reruntuhan gedung dan di latarbelakang nampak puluhan tentara yang nampaknya seperti sedang melakukan pertolongan korban. Reporter perempuan itu kemudian berbicara dengan nada emosional menceritakan dirinya melihat puluhan bayi tewas dengan disembelih di lokasi tersebut. Potongan video itu bahkan sampai ke depan Presiden AS Joe Biden yang menggunakan isi video itu dalam pidato resmi kepresidenan mengenai konflik di Palestina awal Oktober 2023. Pidato resmi itu kemudian mendatangkan kontroversi karena video reportase stasiun televisi yang ditonton Biden itu, belum dapat diverifikasi bahkan juru bicara pasukan Israel (IDF) tidak bersedia membenarkan peristiwa yang disebut dalam rekaman video itu (snopes.com, 2023).

British Broadcasting Corporation (BBC), lembaga penyiaran publik Inggris, melaporkan, setiap hari menemukan banyak hoax yang disebarkan oleh pimpinan tertinggi negara Israel. Seperti juga terjadi tahun 2021, jurubicara PM Israel, Ofir Gendelman pernah menulis status di akun Twitternya, “1/3 dari ratusan roket Hamas justru jatuh di pemukiman warga palestina sendiri” dengan melampirkan sebuah video. Namun setelah diperiksa oleh tim pemeriksa fakta BBC, ditemukan ternyata video itu adalah video lama dari konflik di Suriah, bukan di Gaza, melainkan di Kota Deraa pada Tahun 2018. Tidak lama setelah verifikasi BBC itu viral, dan di bawah tweet tersebut diberi label oleh perusahaan tweeter dengan tulisan “media hasil manipulasi”, tweet tersebut dihapus dari akun Gendelman, tanpa penjelasan apapun. Mungkin karena menurut pihak Israel, praktek itu disebut sebagai Hasbara, yaitu istilah dalam bahasa Ibrani untuk tindakan komunikasi publik pemerintah. Jadi nilai moralnya "positif".

Dalam istilah politik, perilaku para pemimpin politik memakai informasi palsu untuk menghasut adalah Demagog, yaitu seorang pemimpin politik yang memperoleh popularitas melalui pidato yang menghasut emosi massa, menyalahkan kelompok-kelompok tertentu, menimbulkan ketakutan, berbohong demi efek emosional, atau retorika lain yang cenderung menenggelamkan pertimbangan rasional dan mendorong popularitas fanatik. Demagog lebih merugikan nilai-nilai demokrasi daripada mengembangkannya (KBBI.com, 2023).

Di Indonesia, WNI juga kerap menyebar hoax. Riset Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) pada tahun 2022 mengungkap, ada 1.698 hoax yang beredar di Indonesia. Riset Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (Mastel) pada tahun 2019, mengungkap motif WNI menyebar hoax adalah isinya sesuai dengan sikap ideologisnya dan penyebar informasinya adalah orang yang dipercaya. Sangat sedikit yang berusaha memeriksa informasi sebelum menyebarkan kembali, karena informasinya diperoleh dari orang yang dipercayanya. Artinya, secara individu, banyak WNI belum mengadopsi nilai etika kebajikan untuk menahan lisan dan tidak berbohong. Apalagi isu konflik Israel-Palestina saat ini terus kontroversial akibat bias keagamaan dan politk identitas, meski faktanya terjadi genosida dan kejahatan perang di sana.


Referensi

Merriam-Webster Online Version, https://www.merriam-webster.com/dictionary/

Kamus Besar Bahasa Indonesia versi Daring, https://kbbi.co.id/arti-kata/demagog

Littlejohn, Stephen W. and Foss, Karen A., 2009, Encyclopedia of Communication Theory,

SAGE; California

Zalta, Edward N., et.al, 2002, The Stanford Encyclopedia of Philosophy: A Developed

Dynamic Reference Work, Stanford University; Stanford

Masyarakat Telematika Indonesia, 2019, Wabah Hoax Nasional, Mastel

https://www.snopes.com/news/2023/10/12/40-israeli-babies-beheaded-by-hamas/

https://www.antaranews.com/berita/3518631/mafindo-temukan-1698-kasus-hoaks-tahun-

2022

Siapakah Pemilik Pengetahuan ?

Penulis: Nursyawal

 Kandidat Doktor, PAscasarjana UNISBA Bandung

Apakah ilmu pengetahuan itu dapat dikuasai oleh orang tertentu saja dan bagaimana perspektif islam tentang hal itu? Pertanyaan ini mungkin sering muncul di benak kita, terutama di era globalisasi yang penuh dengan tantangan dan persaingan. Apakah ilmu pengetahuan itu milik semua orang atau hanya segelintir orang kaya? Apakah ada orang-orang yang memiliki hak eksklusif untuk menguasai ilmu pengetahuan? Apakah ilmu pengetahuan itu sesuai dengan ajaran islam atau bertentangan dengannya?

Mari kita coba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan menggunakan pendekatan yang objektif-rasional, serta mengacu pada sumber-sumber yang terpercaya. Kita akan melihat bahwa ilmu pengetahuan itu bukanlah sesuatu yang dapat dikuasai oleh orang tertentu saja, melainkan merupakan hak dan kewajiban bagi setiap muslim. Kita juga akan mengetahui bahwa ilmu pengetahuan itu tidak bertentangan dengan ajaran islam, melainkan sejalan dan selaras dengannya. Kita juga akan menemukan bahwa al quran banyak mengandung ayat-ayat yang mendorong kita untuk belajar dan menuntut ilmu, serta memberikan contoh-contoh para nabi dan rasul yang memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi.

Ilmu pengetahuan adalah salah satu anugerah Allah SWT yang diberikan kepada manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya. Allah SWT menciptakan manusia dengan akal dan pikiran yang dapat digunakan untuk mengenal dan memahami segala sesuatu di alam semesta ini. Allah SWT juga memberikan wahyu kepada para nabi dan rasul-Nya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan kepada manusia tentang hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan dunia dan akhirat.

Oleh karena itu, ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu yang dapat dikuasai oleh orang tertentu saja, melainkan merupakan hak dan kewajiban bagi setiap muslim. Allah SWT berfirman dalam al quran: "Dan katakanlah: 'Ya Tuhanku, tambahkanlah aku ilmu.'" (QS. Thaha: 114). Dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan kita untuk selalu meminta tambahan ilmu kepada-Nya, karena ilmu itu tidak pernah cukup dan selalu ada hal-hal baru yang dapat kita pelajari. Ilmu itu juga merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan ridha dan rahmat Allah SWT, sebagaimana firman-Nya: "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama." (QS. Fatir: 28). Dalam ayat ini, Allah SWT menyatakan bahwa ulama atau orang-orang yang berilmu adalah orang-orang yang paling takut kepada Allah SWT, karena mereka menyadari besarnya kekuasaan dan keagungan Allah SWT, serta mengikuti perintah dan larangan-Nya.

Dari ayat-ayat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan adalah hak dan kewajiban bagi setiap muslim, karena ilmu itu merupakan anugerah Allah SWT yang harus kita syukuri dan manfaatkan untuk kebaikan. Ilmu itu juga merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mendapatkan ridha dan rahmat-Nya. Ilmu itu juga merupakan salah satu jalan untuk masuk surga dan bersama-sama dengan orang-orang yang terbaik.

Ilmu pengetahuan tidak bertentangan dengan ajaran islam, melainkan sejalan dan selaras dengannya. Islam adalah agama yang mengajarkan kita untuk menggunakan akal dan pikiran kita untuk mengenal dan memahami kebenaran. Islam juga adalah agama yang menghargai ilmu pengetahuan dan menggalakkan kita untuk belajar dan menuntut ilmu.

Ilmu Pengetahuan adalah Hak Semua Orang

Salah satu hal yang perlu kita pahami adalah bahwa ilmu pengetahuan adalah hak semua orang, tanpa memandang latar belakang, status, atau identitas mereka. Tidak ada orang yang dapat mengklaim bahwa ia memiliki monopoli atas ilmu pengetahuan atau bahwa ia lebih berhak daripada orang lain untuk mempelajarinya. Ilmu pengetahuan adalah anugerah Allah SWT yang diberikan kepada seluruh umat manusia sebagai khalifah-Nya di bumi.

Hal ini dapat kita lihat dari beberapa ayat Al-Quran yang menunjukkan bahwa Allah SWT telah mengajarkan manusia berbagai macam ilmu pengetahuan sejak awal penciptaannya. Misalnya, dalam surat Al-Baqarah ayat 31, Allah SWT berfirman: "Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar." (QS. Al-Baqarah: 31)

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT telah memberikan Adam AS kemampuan untuk menamai dan mengenal berbagai benda di alam semesta. Ini adalah salah satu bentuk ilmu pengetahuan yang sangat penting, karena dengan nama-nama kita dapat berkomunikasi, berpikir, dan berinteraksi dengan lingkungan kita. Selain itu, ayat ini juga menunjukkan bahwa Adam AS memiliki keunggulan atas para malaikat dalam hal ilmu pengetahuan, karena mereka tidak mampu mengetahui nama-nama benda-benda tersebut tanpa diajarkan oleh Allah SWT.

Dalam surat Al-Alaq ayat 1-5, Allah SWT berfirman: "(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam." Dan (5) " Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. Al-Alaq)

Ayat-ayat ini merupakan ayat-ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai wahyu pertama. Ayat-ayat ini menekankan pentingnya membaca, menulis, dan belajar sebagai cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dari Allah SWT. Ayat-ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah SWT adalah sumber segala ilmu pengetahuan dan bahwa Dia senantiasa mengajarkan manusia hal-hal yang belum mereka ketahui.

Dari ayat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan adalah hak semua orang dan bahwa Allah SWT adalah pengajar utama kita. Oleh karena itu, kita tidak boleh merasa sombong, iri, atau takut terhadap ilmu pengetahuan atau orang-orang yang mempelajarinya. Sebaliknya, kita harus berusaha untuk menuntut ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan menggunakannya untuk kebaikan dan kemaslahatan umat.

Kita melihat bagaimana Al-Quran mengajak kita untuk menuntut ilmu pengetahuan, menghargai para ulama dan ilmuwan, serta menjadikan ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Tidak ada orang yang dapat mengklaim bahwa ia memiliki monopoli atas ilmu pengetahuan atau bahwa ia lebih berhak daripada orang lain untuk mempelajarinya. Ilmu pengetahuan adalah anugerah Allah SWT yang diberikan kepada seluruh umat manusia sebagai khalifah-Nya di bumi.

Dari dua contoh ayat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan adalah hak semua orang dan bahwa Allah SWT adalah pengajar utama kita. Oleh karena itu, kita tidak boleh merasa sombong, iri, atau takut terhadap ilmu pengetahuan atau orang-orang yang mempelajarinya. Sebaliknya, kita harus berusaha untuk menuntut ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan menggunakannya untuk kebaikan dan kemaslahatan umat. 

Ilmu Pengetahuan adalah Kewajiban bagi Setiap Muslim

Selain sebagai hak, ilmu pengetahuan juga merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa hadis Nabi Muhammad SAW yang mendorong kita untuk mencari ilmu pengetahuan sepanjang hayat. Misalnya, dalam sebuah hadis riwayat Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda: "Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim." (HR. Ibnu Majah). Hadis ini menunjukkan bahwa menuntut ilmu pengetahuan bukanlah pilihan atau hobi belaka, tetapi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan, muda maupun tua, kaya maupun miskin. Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk mengabaikan atau menyepelekan ilmu pengetahuan.

Selain sebagai anugerah, ilmu pengetahuan juga merupakan amanah dari Allah SWT yang harus dipertanggungjawabkan. Hal ini dapat kita lihat dari surat al-Zumar ayat 9: Katakanlah: "Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT membedakan antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui. Orang-orang yang mengetahui adalah mereka yang menggunakan akalnya untuk mempelajari dan mengamalkan ilmu pengetahuan, sedangkan orang-orang yang tidak mengetahui adalah mereka yang mengabaikan atau menolak ilmu pengetahuan. Orang-orang yang mengetahui akan mendapatkan pujian dan ganjaran dari Allah SWT, sedangkan orang-orang yang tidak mengetahui akan mendapatkan celaan dan siksaan dari Allah SWT.

Salah satu ulama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan dan mendorong umat Islam untuk menyebarkannya adalah Imam Al-Ghazali. Beliau adalah seorang ahli fiqih, tasawuf, dan filsafat yang hidup pada abad ke-5 H/11 M. Beliau dikenal sebagai Hujjatul Islam (Bukti Islam) karena keilmuannya yang luas dan mendalam.

Ilmu pengetahuan terbuka untuk semua orang

Dari dua dalil al quran di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan itu tidak dapat dikuasai oleh orang tertentu saja, melainkan terbuka untuk semua orang yang mau belajar dan berusaha. Islam tidak membatasi ilmu pengetahuan berdasarkan ras, suku, warna kulit, jenis kelamin, atau status sosial. Islam mengajarkan bahwa semua manusia adalah sama di hadapan Allah SWT, dan yang membedakan mereka adalah takwa dan amal shaleh mereka.

Islam juga tidak membatasi ilmu pengetahuan berdasarkan bidang atau disiplin ilmu. Islam menghargai semua jenis ilmu pengetahuan, baik yang berkaitan dengan agama maupun yang berkaitan dengan dunia. Islam mengajarkan bahwa semua ilmu pengetahuan itu bermanfaat dan berguna, asalkan digunakan untuk tujuan yang baik dan sesuai dengan syariat Allah SWT.

Dalam Islam, ilmu pengetahuan adalah salah satu kewajiban bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Allah SWT berfirman dalam Al Quran surat Al Mujadilah ayat 11: "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Ayat ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan adalah salah satu faktor yang dapat mendekatkan seseorang kepada Allah SWT dan meningkatkan derajatnya di sisi-Nya. Ilmu pengetahuan juga merupakan sarana untuk mengamalkan ajaran Islam dengan benar dan menyebarkan kebaikan di muka bumi.

Salah satu ulama dan pemikir Islam yang terkenal dengan karya-karyanya yang membahas berbagai aspek ilmu pengetahuan, Imam Al Ghazali menekankan, ilmu pengetahuan harus diimbangi dengan amal shalih dan akhlak mulia. Ilmu pengetahuan tanpa amal shalih akan menjadikan seseorang sombong, angkuh, dan lalai. Amal shalih tanpa ilmu pengetahuan akan menjadikan seseorang bodoh, sesat, dan fanatik. Akhlak mulia tanpa ilmu pengetahuan dan amal shalih akan menjadikan seseorang hipokrit, munafik, dan dusta.

Pengelompokan Ilmu Pengetahuan Menurut Imam Al Ghazali

Imam Al Ghazali lahir pada tahun 450 H atau 1058 M di Thus, Persia, dan mendapat gelar Hujjatul Islam (pembela Islam) dan Zainuddin (hiasan agama) karena keilmuan dan kecendekiawannya. Beliau juga dikenal sebagai seorang sufi yang mengalami krisis keimanan dan mencari kebenaran hakiki melalui perjalanan spiritualnya.

Dalam perspektif Imam Al Ghazali, ilmu pengetahuan dibagi menjadi dua jenis, yaitu ilmu syar'i dan ilmu kasyf. Ilmu syar'i adalah ilmu yang bersumber dari wahyu Allah SWT, yaitu Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Ilmu ini mencakup semua hal yang berkaitan dengan akidah, ibadah, muamalah, akhlak, dan sebagainya. Ilmu syar'i adalah ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim untuk memenuhi kewajiban agamanya.

Ilmu kasyf adalah ilmu yang bersumber dari pengalaman batin atau intuisi seseorang yang telah mencapai tingkat kesucian dan kebersihan hati. Ilmu ini mencakup hal-hal yang bersifat ghaib atau rahasia, seperti hakikat Allah SWT, malaikat, jin, surga, neraka, dan sebagainya. Ilmu kasyf adalah ilmu yang tidak wajib dipelajari oleh setiap muslim, melainkan hanya bagi orang-orang yang telah mencapai tingkat kesempurnaan iman dan taqwa.

Dalam buku Ihya Ulumuddin, yang membahas berbagai aspek kehidupan, termasuk akhlak, ibadah, tasawuf, dan ilmu, Al Ghazali mengemukakan pandangannya tentang pembagian ilmu pengetahuan menurut beberapa kriteria, yaitu sumber, metode, tujuan, dan tingkat kepentingan. Buku ini merupakan salah satu karya terbesar Al Ghazali.

1. Sumber

Dalam bab pertama buku ini, Al Ghazali menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan dapat dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu ilmu yang bersumber dari wahyu (al-ilm al-wahyi) dan ilmu yang bersumber dari akal (al-ilm al-aqli). Ilmu yang bersumber dari wahyu adalah ilmu yang didapatkan dari Al Quran dan Hadis, yang merupakan sumber utama bagi umat Islam. Ilmu ini bersifat pasti, mutlak, dan tidak dapat digugat. Ilmu yang bersumber dari akal adalah ilmu yang didapatkan dari pengamatan, penalaran, dan eksperimen manusia. Ilmu ini bersifat relatif, kontekstual, dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.

Menurut sumbernya, ilmu pengetahuan dibagi menjadi dua, yaitu ilmu syar'i (religius) dan ilmu aqli (rasional). Ilmu syar'i adalah ilmu yang berasal dari wahyu Allah, yaitu Al Quran dan Hadis, yang mengandung hukum-hukum agama dan ajaran-ajaran moral. Contoh ilmu syar'i adalah tafsir, fikih, ushul fikih, hadis, dan akidah. Ilmu aqli adalah ilmu yang berasal dari akal manusia, yaitu kemampuan berpikir logis dan rasional yang dapat menemukan hukum-hukum alam dan kaidah-kaidah universal. Contoh ilmu aqli adalah matematika, logika, fisika, kimia, biologi, dan sebagainya.

Al Ghazali menekankan bahwa ilmu syar'i lebih utama daripada ilmu aqli, karena ilmu syar'i berasal dari Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, sedangkan ilmu aqli berasal dari manusia yang memiliki keterbatasan dan kekurangan. Ilmu syar'i juga lebih bermanfaat bagi kebahagiaan akhirat daripada ilmu aqli, karena ilmu syar'i mengajarkan tentang cara beribadah kepada Allah dan berakhlak mulia kepada sesama makhluk. Namun demikian, Al Ghazali tidak menolak ilmu aqli sama sekali, karena ilmu aqli juga merupakan anugerah Allah yang dapat membantu manusia untuk memahami ciptaan-Nya dan mengembangkan peradaban dunia.

2. Metode

Menurut metodenya, ilmu pengetahuan dibagi menjadi tiga, yaitu ilmu qalbi (hati), ilmu aqli (akal), dan ilmu hissi (indra). Ilmu qalbi adalah ilmu yang didapatkan melalui hati yang bersih dan suci dari segala noda dosa dan hawa nafsu. Ilmu qalbi juga disebut sebagai ilmu ladunni atau ilmu batin, yaitu ilmu yang langsung dihadirkan oleh Allah kepada hati orang-orang yang dekat dengan-Nya, seperti nabi-nabi dan wali-wali. Contoh ilmu qalbi adalah tasawuf atau sufisme, yaitu ilmu yang mengajarkan tentang cara membersihkan hati dari segala penyakit hati dan mendekatkan diri kepada Allah dengan cinta dan rasa syukur.

Ilmu aqli adalah ilmu yang didapatkan melalui akal yang cerdas dan tajam dalam menganalisis dan menyimpulkan sesuatu. Ilmu aqli juga disebut sebagai ilmu hushuli atau ilmu lahir, yaitu ilmu yang dicapai melalui proses berpikir logis dan rasional dengan menggunakan kaidah-kaidah bahasa, matematika, logika, dan sebagainya. Contoh ilmu aqli adalah filsafat, yaitu ilmu yang mengajarkan tentang cara berfikir kritis dan sistematis tentang berbagai masalah kehidupan, seperti ontologi, epistemologi, etika, estetika, dan sebagainya.

Ilmu hissi adalah ilmu yang didapatkan melalui indra yang peka dan teliti dalam mengamati dan mengukur sesuatu. Ilmu hissi juga disebut sebagai ilmu tajribi atau ilmu empiris, yaitu ilmu yang didasarkan pada pengalaman indera yang dapat diverifikasi dan direplikasi. Contoh ilmu hissi adalah sains, yaitu ilmu yang mengajarkan tentang cara meneliti dan menemukan hukum-hukum alam dengan menggunakan metode ilmiah, seperti observasi, hipotesis, eksperimen, dan kesimpulan.

Al Ghazali menilai bahwa ilmu qalbi lebih tinggi daripada ilmu aqli dan ilmu hissi, karena ilmu qalbi merupakan ilmu yang paling dekat dengan sumber ilmu, yaitu Allah. Ilmu qalbi juga merupakan ilmu yang paling bermanfaat bagi kebahagiaan batin manusia, karena ilmu qalbi mengantarkan manusia kepada ma'rifatullah atau pengenalan kepada Allah. Namun demikian, Al Ghazali tidak mengabaikan ilmu aqli dan ilmu hissi, karena ilmu aqli dan ilmu hissi juga merupakan sarana untuk mencapai ilmu qalbi, asalkan digunakan dengan benar dan tidak bertentangan dengan syariat.

3. Tujuan

Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut tujuan yang ingin dicapai dengan mempelajarinya. Tujuan yang ingin dicapai dengan mempelajari ilmu yang bersumber dari wahyu adalah untuk mengenal Allah SWT, Rasulullah SAW, dan hal-hal gaib yang berkaitan dengan akhirat. Tujuan ini merupakan tujuan tertinggi dan paling mulia bagi seorang Muslim. Tujuan yang ingin dicapai dengan mempelajari ilmu yang bersumber dari akal adalah untuk mengenal alam semesta, hukum-hukum alam, dan manfaat-manfaatnya bagi kehidupan manusia. Tujuan ini merupakan tujuan kedua yang juga penting dan bermanfaat bagi seorang Muslim.

Menurut tujuannya, ilmu pengetahuan dibagi menjadi dua, yaitu ilmu naqli (transmisi) dan ilmu istidlali (inferensi). Ilmu naqli adalah ilmu yang tujuannya adalah untuk menerima dan menyampaikan informasi yang telah ada sebelumnya tanpa merubah atau menambahinya. Ilmu naqli bersifat teoretis dan normatif, yaitu mengandung teori-teori dan norma-norma yang harus dipatuhi oleh manusia. Contoh ilmu naqli adalah al-Quran dan Hadis, yaitu sumber utama ajaran Islam yang harus diimani dan diamalkan oleh umat Islam.

Ilmu istidlali adalah ilmu yang tujuannya adalah untuk menemukan dan membuktikan informasi yang baru dengan menggunakan akal dan indra. Ilmu istidlali bersifat praktis dan empiris, yaitu mengandung praktik-praktik dan fakta-fakta yang dapat diuji oleh manusia. Contoh ilmu istidlali adalah kalam atau teologi rasional, yaitu cabang ilmu yang berusaha untuk membela dan menjelaskan akidah Islam dengan menggunakan argumen-argumen rasional.

Al Ghazali menegaskan bahwa ilmu naqli lebih penting daripada ilmu istidlali, karena ilmu naqli merupakan dasar dari iman dan amal manusia. Ilmu naqli juga lebih pasti dan mutlak daripada ilmu istidlali, karena ilmu naqli berasal dari Allah yang Maha Benar dan Maha Sempurna, sedangkan ilmu istidlali berasal dari manusia yang bisa salah dan kurang sempurna. Namun demikian, Al Ghazali tidak mengecilkan peran ilmu istidlali, karena ilmu istidlali merupakan alat untuk memperkuat dan memperjelas ilmu naqli, asalkan tidak menyimpang dari syariat.

4. Tingkat Kepentingan

Tingkat kepentingan ilmu pengetahuan dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu wajib (harus dipelajari oleh setiap Muslim), mustahab (dianjurkan untuk dipelajari oleh sebagian Muslim), dan mubah (boleh dipelajari oleh siapa saja). Ilmu pengetahuan yang wajib dipelajari oleh setiap Muslim adalah ilmu-ilmu dasar tentang aqidah (keyakinan), syariah (hukum), dan akhlak (moral). Ilmu-ilmu ini merupakan pondasi bagi seorang Muslim untuk menjalankan ibadah dan kewajiban-kewajibannya sebagai hamba Allah SWT. Ilmu pengetahuan yang mustahab dipelajari oleh sebagian Muslim adalah ilmu-ilmu lanjutan tentang tasawuf (pembersihan jiwa), fiqih (perincian hukum), dan ushul fiqih (prinsip-prinsip hukum). Ilmu-ilmu ini merupakan pengembangan bagi seorang Muslim untuk meningkatkan kualitas ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT.

Menurut tingkat kepentingannya, ilmu pengetahuan dibagi menjadi tiga, yaitu ilmu wajib ('ain), ilmu sunnah (kifayah), dan ilmu mubah (ja'iz). Ilmu wajib ('ain) adalah ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap individu muslim tanpa terkecuali. Ilmu wajib ('ain) berkaitan dengan hal-hal yang pokok dalam agama Islam, seperti tauhid, syariat, akhlak, ibadah, muamalah, dan sebagainya. Ilmu wajib ('ain) bertujuan untuk membentuk pribadi muslim yang beriman kepada Allah dan taat kepada syariat-Nya. mubah dipelajari oleh siapa saja ilmu-ilmu dunia seperti matematika, fisika, kimia, biologi, sejarah, geografi, sastra, seni, dan lain-lain. Ilmu-ilmu ini merupakan penunjang bagi seorang Muslim untuk memahami alam dan mengambil manfaat darinya.

Bagaimana jika ada yang menyimpan ilmu untuk dirinya sendiri?

Islam mengajarkan bahwa ilmu adalah amanah yang harus dijaga, dipelihara, dan disampaikan kepada orang lain. Islam mengajarkan bahwa ilmu adalah tanggung jawab yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Islam mengajarkan bahwa ilmu adalah ibadah yang harus dilakukan dengan ikhlas, niat yang lurus, dan tujuan yang mulia. Rasulullah SAW bersabda: 

"Barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya, maka ia akan datang pada hari kiamat dengan tali kekang dari api neraka di mulutnya." (HR. Abu Dawud).

"Barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu yang ia ketahui, lalu ia menyembunyikannya dan tidak menjawabnya, maka ia akan dimasukkan ke dalam neraka dengan tali-tali dari besi." (HR. Ahmad).

"Barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu yang ia ketahui, lalu ia menjawabnya dengan benar, maka ia termasuk dari golongan para nabi." (HR. Ibnu Majah).

Dari hadits-hadits di atas, kita dapat mengetahui betapa besar dosa dan bahaya dari menyembunyikan ilmu. Kita juga dapat mengetahui betapa besar pahala dan keutamaan dari menyampaikan ilmu. Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk mencari ilmu, mengamalkan ilmu, dan mengajarkan ilmu kepada orang lain karena sejatinya ilmu itu milik Allah dan menjadi hak semua makhluknya.

Lalu bolehkan kita menjual ilmu pengetahuan yang kita miliki? Bolehkan seorang alim, ulama, yang mendapat ilmu pengetahuan dari Allah lalu memasang tarif ketika menyebarkan ilmu pengetahuannya itu? Tema menarik ini tentu dapat kita bahas dalam tulisan saya berikutnya atau tulisan Anda.

Penutup

Semoga Allah SWT memberikan kita taufik dan hidayah-Nya untuk menjadi orang-orang yang mencintai ilmu, menghargai ilmu, dan berbagi ilmu. Oleh karena itu, kita sebagai umat islam harus memiliki semangat dan motivasi untuk menuntut ilmu pengetahuan, baik yang bersifat fardhu 'ain maupun fardhu kifayah. Kita harus menganggap ilmu pengetahuan itu sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan sebagai salah satu sarana untuk mengabdi kepada Allah SWT dan masyarakat.

Wallahu a'lam bishawab.

Semoga artikel ini bermanfaat.

 

Komunikasi Sains: Obligasi Kaum Cendikiawan

Penulis : Nursyawal

Kandidat Doktor, Pascasarjana FIKOM UNISBA Bandung

Artikel ini juga terpublikasi secara lebih terperiksa di Bandung Bergerak
https://bandungbergerak.id/article/detail/1598899/obligasi-kaum-cendikiawan

Pendahuluan

Sebagian warga negara Indonesia tentu pernah mendengar nama dokter Terawan sebagai menteri kesehatan pada saat awal pandemi covid19 menyerang Indonesia. Nama lengkapnya Letnan Jenderal TNI (purn.) Prof. Dr. Dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(k). Nama dokter Terawan menjadi sorotan publik karena bersikap meremehkan di awal kemunculan wabah covid19 di Indonesia. Tidak lama kemudian ia masuk daftar reshuffle kabinet. Sebelum menjadi menteri, Terawan sudah mendatangkan kontroversi seputar pemecatan dirinya sebagai dokter oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dengan tuduhan melakukan pelanggaran kode etik berat pada Februari 2018. Dokter Terawan dinilai telah menerapkan sebuah metode terapi medis tanpa melalui tahapan yang diatur negara. Metode yang disebut Terawan sebagai “cuci otak” itu adalah terapi terhadap penderita stroke atau gangguan pembuluh darah di kepala, menggunakan gabungan teknik radiologi yang disebut Digital Substraction Angiography (DSA) dengan terapi injeksi heparin ke pembuluh darah yang bermasalah. Untuk mempraktikan terapi ini, dokter Terawan memakai 2 lantai Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat di Jakarta dan menyediakan 35 tempat tidur dengan tarif layanan minimal Rp.30 juta perpasien (kumparan.com).

Nasib agak mirip dialami seorang akademisi ahli elektro terapan Dr. Warsito Purwo Taruno, M.Eng. Lulusan Universitas Shizuoka Jepang, yang mengembangkan terapi listrik untuk pasien kanker sejak 2004. Metode pengobatan kanker yang memanfaatkan medan listrik dengan sebutan Electro-Capacitive Cancer Therapy (UCCT) dinyatakan oleh Kementerian Keseharan RI tidak boleh digunakan karena tidak terbukti aman dan efisien. Klinik warsito yang disebut klinik rompi antikanker ditutup oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan pada tahun 2016 atas dasar keputusan kementerian tersebut (detik.com). Selain rompi, warsito juga mengembangkan helm antikanker. Pada tahun 2019, metode ini disebut sebagai terobosan dan aman serta efektif ketika diterapkan pada kultur sel oleh seorang peneliti dari institut teknologi sepuluh nopember, dalam disertasi doktoral ilmu fisika mediknya (its.ac.id). Hingga Oktober 2023, klinik Dr. Warsito Purwo Taruno M.Eng. secara resmi belum dibuka kembali. Meski dari situs web yang dikelola Dr. Warsito, yaitu ctech labs, dapat ditemukan sejumlah percakapan antara warga yang berkonsultasi mengenai terapi kanker payudara dengan admin pengelola web yang mempersilakan warga datang ke lab di tangerang selatan. Dari situs web itu pula ditemukan dokumentasi kegiatan rapat evaluasi uji coba ECCT terhadap hewan mencit bersama kementerian ristekdikti dan UGM bertanggal 13 februari 2023. Hasil uji coba itu disebut aman dan efisien untuk hewan percobaan (c-techlabs.com).

           Melompat setengah milenium ke belakang, ke daratan Eropa pada abad ke-16, seorang ahli fisika, matematika, astronomi dan filsuf, Galileo Galilei, pun mengalami hal yang serupa. Ketika ia mulai mempublikasikan teorinya yang mendukung teori Copernicus, bahwa bumi bukanlah pusat alam semesta melainkan hanya sebuah planet yang mengitari matahari. Pandangan itu bertentangan dengan pandangan lembaga kekuasaan negara saat itu, yaitu gereja, sehingga ia harus menjalani hukuman pengucilan (tahanan rumah) pada tahun 1637 sampai akhir hayatnya di tahun 1642 (Encyclopedia Britannica,1922). Sebelum mempublikasikan teori yang menentang kepercayaan utama saat itu, Galileo mengemukakan banyak teori baru di bidang matematika, fisika, kedokteran, dan filsafat.

           Galileo meyakini bahwa bumi adalah planet yang mengitari matahari setelah ia dapat mengembangkan alat yang kemudian disebut teleskop, dari alat kedokteran yang disebut mikroskop. Melalui teleskop, Galileo dapat melihat dengan jelas permukaan bulan, satelit bumi, yang saat itu dipercaya memiliki permukaan halus bulat, namun ternyata penuh lubang kawah. Dari teleskop itu pula Galileo dapat melihat satelit planet Yupiter dan cincin planet Saturnus. Sebelum menemukan fakta tentang permukaan bulan, dan melihat hingga sejauh planet Saturnus, Galileo bereksperimen terlebih dahulu dengan cahaya, lensa dan mikroskop untuk mengembangkan teleskop refraksi (Britannica Concise Encyclopedia, 2006). Namun secanggih apapun metode dan sekokoh apapun teorinya, kebenaran pada saat itu ditentukan oleh otoritas agama, yaitu Gereja.

Sejarah Otoritas Pengetahuan

Dalam sejarah, sikap manusia terhadap pengetahuan baru cenderung formalistik.  Pengetahuan baru harus melalui sejumlah tahap yang ditetapkan oleh lembaga ilmu pengetahuan pemegang mandat untuk menetapkan dan memberikan rekomendasi terhadap pengetahuan baru itu. Di abad pertengahan, millenium pertama, mandat tersebut dipegang oleh lembaga keagamaan. Pada abad milenium kedua ini, mandat tersebut dikuasai lembaga negara. Prinsip “jika nampak, maka itu benar”, tidak serta merta menjadi pengetahuan dan dapat diterapkan, tanpa izin lembaga pemegang kekuasaan atas apa yang dapat disebut sebagai pengetahuan. 

Apa yang terjadi dengan dokter Terawan dan Doktor Warsito adalah contoh pergulatan otoritas pengetahuan ketika seseorang menganggap dirinya menemukan pengetahuan baru kemudian berusaha meyakinkan orang lain tentang pengetahuannya itu. Ada relasi kuasa antara penemu pengetahuan baru dengan pemeriksa pengetahuan itu. Juga ketika seorang perempuan ahli fisika dan kimia, bernama Marie Curie, berusaha meyakinkan dewan guru besar di Paris Perancis, yang seluruhnya laki-laki, untuk menerima teorinya tentang unsur kimia baru, bernama polonium, dan kemudian radium. Otoritas pengetahuan pun dapat berselingkuh dengan ideologi patriarki, sehingga perempuan tidak mungkin membuat pengetahuan baru. Sejarah ini dapat dilihat dalam film produksi MGM berjudul “Madamme Curie yang dibuat pada tahun 1943, beberapa tahun setelah wafatnya Marie Curie. Film yang kemudian di-remake oleh Amazon Film dengan judul “Radioactive dan tayang di bioskop pada tahun 2020 (imdb.com).

Kontradiksi tidak terjadi, ketika tidak ada yang mempertanyakan “jurnal mana dan terakreditasi apa”, saat Plato dan Aristoteles menuliskan teori-teorinya. Kita harus mempercayai kata-kata mereka, seperti halnya ethos-pathos-logos dalam buku Rhetoric-nya Aristoteles, atau percaya saja penyataan Plato dalam manuskripnya Republic tentang seorang raja haruslah seorang filsuf. Tidak ada yang mencibirnya karena tidak jelas metode sampling dan uji validitas datanya, sebelum menyimpulkan hal itu. Kita cukup mengagumi cara kedua filsuf itu berargumentasi tanpa perlu memeriksa linearitas sekolah dan bidang keahlian mereka, serta scopus indexnya.

Ketika otoritas pengetahuan berada di bawah kendali otoritas keagamaan seperti yang dihadapi Galileo Galilei di abad pertengahan, maka tafsir ahli agama, menjadi sumber otoritas utama dalam memahami dunia. Pada saat itu, justru disebut jaman kegelapan. Jauh sebelum abad pertengahan, di jaman Yunani Kuno, universitas sebagai otoritas pengetahuan sudah berkembang hingga era romawi. Pada era kekhalifahan Islam, majelis ilmu yang berbasis masjid kemudian berkembang menjadi madrasah dan akademi, sempat menjadi otoritas pengetahuan, di mana ilmu diklasifikasikan, didiversifikasi, dan para ahli (alim) memperoleh ijazah, sebelum jaman kegelapan tiba (Makdisi, 1981).

           Kemudian muncul perubahan sosial di Eropa yang disebut dengan Pencerahan, renaissance, di mana otoritas pengetahuan mulai beralih dari otoritas keagamaan ke otoritas ilmiah yang bertumpu pada pengetahuan yang bersumber dari diri sendiri dan metode yang terukur. Selanjutnya di abad ke-19, revolusi industri menghadirkan lebih banyak penemuan teknologi mesin, termasuk mesin cetak kertas yang memungkinkan penyebaran pengetahuan dalam skala yang lebih luas. Pada saat itu, ensiklopedia memainkan peran penting dalam menghadirkan sumber pengetahuan yang terjangkau oleh banyak orang. Memasuki abad ke-20 metode ilmiah berkembang lebih canggih, dan institusi akademik semakin memainkan peran penting dalam mengukuhkan otoritas pengetahuan. Referensi ilmiah, jurnal akademik, dan lembaga penelitian menjadi sumber otoritas utama dalam banyak disiplin ilmu (Riiegg dan Ridder-Symoens, 2003).

Pada jaman Yunani Kuno, produksi dan penyebaran pengetahuan dilakukan secara sistematik melalui lembaga sosial yang disebut universitas. Kata universitas berasal dari bahasa latin universitas magistrorum et scholarium, yang berarti "komunitas guru dan akademisi". Universitas juga sudah ada lama di Asia dan Afrika (Makdisi, 1981), sementara sistem universitas modern berakar pada universitas abad pertengahan di Eropa, yang didirikan di Italia dan pada dasarnya berakar pada sekolah kristen untuk pendeta (Haskins, 1898).

Sementara di Indonesia, secara tradisional masyarakat berguru kepada “orang pintar”. Dalam sejumlah artefak naskah kuno, orang pintar itu disebut “Mpu”. Mereka memproduksi sejumlah catatan pengetahuan dan mendapat kepercayaan untuk “menyebarkan” kepintarannya kepada sejumlah murid. Pengetahuan mereka produksi berdasarkan intuisi, koleksi kisah leluhur, bahkan bisikan dewa yang disebut wangsit (Bahtiar dalam Mahasin dan Natsir, 1984).

Cara Manusia Menemukan Kebenaran

Sepanjang sejarahnya, manusia terus mengembangkan metode untuk menemukan kebenaran dalam ilmu pengetahuan. Positivisme dikritik interpretivisme kemudian keduanya dikritik postmodernisme. Ada kritik yanag menolak seluruhnya, ada yang membantah dan memperbaiki sebagian, ada yang berusaha memadukannya menjadi metode campuran. Metode yang disebut sebagai “cahaya di cakrawala ilmu sosial” (Cresswel, 2020).

           Tidak banyak yang menyadari dampak jangka panjang ketika merayakan terbebasnya akal manusia dari dogma dan doktrin selama jaman kegelapan, bahkan untuk selebrasi kebebasan tersebut, disematkan label “masa pencerahan”. Masa pencerahan memang mendatangkan optimisme dan mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan serta semangat eksplorasi dan menguatnya otoritas akademisi serta teknokrat dalam pembangunan ilmu pengetahuan. Namun beberapa abad kemudian barulah disadari, paradigma positivistik yang diagungkan oleh generasi masa pencerahan, menyebabkan materialisme, egoisme, akibat penyembahan berlebih pada logika deduktif dan rasionalitas mutlak. Eksplorasi memang memajukan ekonomi, tetapi sekaligus eksploitasi. Modernitas akibat berkembang pesatnya ilmu dan teknologi, malah menempatkan manusia diujung rantai makanan sebagai apex predator. Tidak ada lagi pemangsa manusia selagi ia hidup, selain manusia itu sendiri. Manusia menjadi satu-satunya yang dilayani oleh semesta. Kemudian terbentuklah hirarki akibat situasi itu. Yang sesuai dengan keinginan manusia disebut moderen, adi luhung, yang lain, disebut primitif. Dalam dunia akademik, hirarki itu juga muncul, teori-teori besar, disebut grand theory dan sudah pasti ilmiah, yang bukan, disebut teori lain-lain dan labelnya “pseudo ilmiah” (Azmi, 2013). Cara rasional lebih ilmiah dibanding cara lain.

           Akademisi menjadi bangsawan moderen, menggantikan posisi raja-raja dan begawan. Seolah pengetahuan yang dihasilkannya tak terbantahkan, apalagi oleh kaum awam. Tom Nichols (2017) menyebut, sikap pongah para akademisi yang membangun jarak dengan kaum awam, pernah mendapat perlawanan bahkan dari seorang anak kecil yang membantah pernyataan seorang Profesor. Julian Benda (1927) menyebut sikap itu sebagai pengkhianatan kaum intelektual yang berakar dari cara berpikir objektif dan bebas nilai. Ilmu dikembangkan hanya untuk ilmu itu sendiri. Terinsipirasi oleh ideologi Benda, Moh.Hatta (1957) dalam pidatonya di peringatan Hari Alumni pertama Universitas Indonesia 11 Juni 1957 mengatakan :

“dengarkanlah jeritan Albert Einstein dalam bukunya Out of My Later Years. .. pikiran rasional saja tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan-persoalan kita. .. Pada suatu pihak ia menghasilkan pendapatan-pendapatan yang memerdekakan manusia dari pekerjaan badaniah yang berat, membuat penghidupan lebih mudah dan lebih kaya. Tetapi sebaliknya ia membawa kegelisahan besar ke dalam penghidupan, menjadikan orang budak dari lingkungan teknologinya dan lebih mencelakakan lagi dari gejala-gejalanya, membuat alat untuk memusnahkan sesama manusia secara besar-besaran”.

Menurut Hatta, pengetahuan harusnya berfungsi untuk membebaskan manusia, meningkatkan kemanusiaan dan itulah pula tugas kaum cendikiawan (akademisi).

Penutup

           Bagi awam, dunia akademis bak dunia yang berada pada dimensi lain. Tak dipahami dan tak nampak. Kalaupun nampak, ia seperti bersembunyi dibalik perhiasan gading, seperti yang disitir seorang sastrawan Prancis pertengahan abad ke-19, Victor Hugo dalam puisinya, Les Contemplations (1859) seabad setelah revolusi Prancis. Sebuah analogi untuk menggambarkan situasi di mana pada pemikir, pemimpin, kaum bangsawan, kaum elit, yang tidak peduli dengan kondisi rakyat jelata. Mereka seperti hidup dalam dunia mereka sendiri, terisolasi dari kenyataan kemiskinan akut dan wabah penyakit. Seperti diketahui, dalam konteks waktu, pada saat itu, gading gajah yang putih dan kuat, memiliki atribusi sosial sebagai perhiasan mewah, berbeda dengan nilai jaman sekarang ketika orang yang memiliki koleksi gading gajah malah merasa kuatir ditangkap polisi. Sementara di jaman itu, bentuk bangunan kaum bangsawan, ningrat serta sekolah-sekolah terkenal di Eropa, biasanya berupa kastil dengan menara-menara. Maka muncullah istilah menara gading, tempat bersembunyinya para intelektual di tengah kemewahan. Menghasilkan pengetahuan yang tak menjawab persoalan rakyat jelata.  

           Ilmu pengetahuan sejatinya adalah alat untuk memahami dunia dan menjalankan tugas sebagai manusia di muka bumi. Namun nyatanya, hingga kini, masih digunakan sebagai alat kekuasaan. Alat penindasan. Bukan pembebasan. Bahkan di ruang-ruang kelas. Cara berpikir diseragamkan dan kebenaran mutlak digeneralisasi. Melawan hirarki tersebut menjadi tindakan negatif. Pemikiran alternatif menjadi disiden. Moh. Hatta mengingatkan, kaum cendikiawan memiliki kewajiban moral untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menyejahterakan bangsa, dan membangun peradaban. Jangan menjadi pengkhianat bangsa. Jika memiliki kuasa, hendaknya ia melayani, meski mereka bukan kelompok kebanyakan. Jika ia menjadi rakyat, hendaknya tidak ragu menyampaikan kebenaran, meski kebenaran tidak selalu berarti semua orang setuju atau berlawanan dengan kekuasaan.

*****

Referensi

Buku

 .... dihapus..

 Berita Online

 Doktor Fisika ITS Teliti Kanker Otak Menggunakan Medan Listrik, 2019, ITS.ac.id https://www.its.ac.id/news/2019/07/29/doktor-fisika-its-teliti-kanker-otak-menggunakan-medan-listrik/ (diakses 15/10/2023)

Ini alasan kemenkes larang klinik kanker warsito, 2016, Tempo.co https://nasional.tempo.co/read/725302/ini-alasan-kemenkes-larang-klinik-kanker-warsito (diakses 15/10/2023)

 Maddame Curie, 2016, Synopsis, Imdb.com https://www.imdb.com/title/tt0036126/ (diakses 15/10/2023)

Membedah metode ‘cuci otak’ dokter terawan, kumparan.com https://kumparan.com/kumparannews/membedah-metode-cuci-otak-dokter-terawan/1 (diakses 15/10/2023)

 Rapat evaluasi terhadap hasil uji ecct 2016-2019. – ctech laboratories (c-techlabs.com) https://c-techlabs.com/2023/02/13/rapat-evaluasi-terhadap-hasil-uji-ecct-2016-2019/ (diakses 15/10/2023)