Penulis:
Nursyawal
Kandidat Doktor, PAscasarjana UNISBA Bandung
Apakah
ilmu pengetahuan itu dapat dikuasai oleh orang tertentu saja dan bagaimana
perspektif islam tentang hal itu? Pertanyaan ini mungkin sering muncul di benak
kita, terutama di era globalisasi yang penuh dengan tantangan dan persaingan.
Apakah ilmu pengetahuan itu milik semua orang atau hanya segelintir orang kaya?
Apakah ada orang-orang yang memiliki hak eksklusif untuk menguasai ilmu
pengetahuan? Apakah ilmu pengetahuan itu sesuai dengan ajaran islam atau
bertentangan dengannya?
Mari
kita coba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan menggunakan pendekatan
yang objektif-rasional, serta mengacu pada sumber-sumber yang terpercaya. Kita
akan melihat bahwa ilmu pengetahuan itu bukanlah sesuatu yang dapat dikuasai
oleh orang tertentu saja, melainkan merupakan hak dan kewajiban bagi setiap
muslim. Kita juga akan mengetahui bahwa ilmu pengetahuan itu tidak bertentangan
dengan ajaran islam, melainkan sejalan dan selaras dengannya. Kita juga akan
menemukan bahwa al quran banyak mengandung ayat-ayat yang mendorong kita untuk
belajar dan menuntut ilmu, serta memberikan contoh-contoh para nabi dan rasul
yang memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi.
Ilmu
pengetahuan adalah salah satu anugerah Allah SWT yang diberikan kepada manusia
sebagai makhluk ciptaan-Nya. Allah SWT menciptakan manusia dengan akal dan
pikiran yang dapat digunakan untuk mengenal dan memahami segala sesuatu di alam
semesta ini. Allah SWT juga memberikan wahyu kepada para nabi dan rasul-Nya
untuk memberikan petunjuk dan bimbingan kepada manusia tentang hal-hal yang
berkaitan dengan kehidupan dunia dan akhirat.
Oleh
karena itu, ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu yang dapat dikuasai oleh orang
tertentu saja, melainkan merupakan hak dan kewajiban bagi setiap muslim. Allah
SWT berfirman dalam al quran: "Dan katakanlah: 'Ya Tuhanku, tambahkanlah
aku ilmu.'" (QS. Thaha: 114). Dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan kita
untuk selalu meminta tambahan ilmu kepada-Nya, karena ilmu itu tidak pernah
cukup dan selalu ada hal-hal baru yang dapat kita pelajari. Ilmu itu juga
merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan ridha dan rahmat Allah SWT,
sebagaimana firman-Nya: "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya hanyalah ulama." (QS. Fatir: 28). Dalam ayat ini, Allah
SWT menyatakan bahwa ulama atau orang-orang yang berilmu adalah orang-orang
yang paling takut kepada Allah SWT, karena mereka menyadari besarnya kekuasaan
dan keagungan Allah SWT, serta mengikuti perintah dan larangan-Nya.
Dari
ayat-ayat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan adalah hak
dan kewajiban bagi setiap muslim, karena ilmu itu merupakan anugerah Allah SWT
yang harus kita syukuri dan manfaatkan untuk kebaikan. Ilmu itu juga merupakan
salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mendapatkan ridha
dan rahmat-Nya. Ilmu itu juga merupakan salah satu jalan untuk masuk surga dan
bersama-sama dengan orang-orang yang terbaik.
Ilmu
pengetahuan tidak bertentangan dengan ajaran islam, melainkan sejalan dan
selaras dengannya. Islam adalah agama yang mengajarkan kita untuk menggunakan
akal dan pikiran kita untuk mengenal dan memahami kebenaran. Islam juga adalah
agama yang menghargai ilmu pengetahuan dan menggalakkan kita untuk belajar dan
menuntut ilmu.
Ilmu
Pengetahuan adalah Hak Semua Orang
Salah
satu hal yang perlu kita pahami adalah bahwa ilmu pengetahuan adalah hak semua
orang, tanpa memandang latar belakang, status, atau identitas mereka. Tidak ada
orang yang dapat mengklaim bahwa ia memiliki monopoli atas ilmu pengetahuan
atau bahwa ia lebih berhak daripada orang lain untuk mempelajarinya. Ilmu
pengetahuan adalah anugerah Allah SWT yang diberikan kepada seluruh umat
manusia sebagai khalifah-Nya di bumi.
Hal
ini dapat kita lihat dari beberapa ayat Al-Quran yang menunjukkan bahwa Allah
SWT telah mengajarkan manusia berbagai macam ilmu pengetahuan sejak awal
penciptaannya. Misalnya, dalam surat Al-Baqarah ayat 31, Allah SWT berfirman: "Dan
Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar."
(QS. Al-Baqarah: 31)
Ayat
ini menunjukkan bahwa Allah SWT telah memberikan Adam AS kemampuan untuk
menamai dan mengenal berbagai benda di alam semesta. Ini adalah salah satu
bentuk ilmu pengetahuan yang sangat penting, karena dengan nama-nama kita dapat
berkomunikasi, berpikir, dan berinteraksi dengan lingkungan kita. Selain itu,
ayat ini juga menunjukkan bahwa Adam AS memiliki keunggulan atas para malaikat
dalam hal ilmu pengetahuan, karena mereka tidak mampu mengetahui nama-nama
benda-benda tersebut tanpa diajarkan oleh Allah SWT.
Dalam
surat Al-Alaq ayat 1-5, Allah SWT berfirman: "(1) Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. (2) Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. (3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. (4) Yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam." Dan (5) " Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. Al-Alaq)
Ayat-ayat
ini merupakan ayat-ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
sebagai wahyu pertama. Ayat-ayat ini menekankan pentingnya membaca, menulis,
dan belajar sebagai cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dari Allah SWT.
Ayat-ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah SWT adalah sumber segala ilmu
pengetahuan dan bahwa Dia senantiasa mengajarkan manusia hal-hal yang belum
mereka ketahui.
Dari
ayat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan adalah hak semua
orang dan bahwa Allah SWT adalah pengajar utama kita. Oleh karena itu, kita
tidak boleh merasa sombong, iri, atau takut terhadap ilmu pengetahuan atau
orang-orang yang mempelajarinya. Sebaliknya, kita harus berusaha untuk menuntut
ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan menggunakannya untuk kebaikan dan
kemaslahatan umat.
Kita
melihat bagaimana Al-Quran mengajak kita untuk menuntut ilmu pengetahuan,
menghargai para ulama dan ilmuwan, serta menjadikan ilmu pengetahuan sebagai
sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Tidak
ada orang yang dapat mengklaim bahwa ia memiliki monopoli atas ilmu pengetahuan
atau bahwa ia lebih berhak daripada orang lain untuk mempelajarinya. Ilmu
pengetahuan adalah anugerah Allah SWT yang diberikan kepada seluruh umat
manusia sebagai khalifah-Nya di bumi.
Dari
dua contoh ayat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan adalah
hak semua orang dan bahwa Allah SWT adalah pengajar utama kita. Oleh karena
itu, kita tidak boleh merasa sombong, iri, atau takut terhadap ilmu pengetahuan
atau orang-orang yang mempelajarinya. Sebaliknya, kita harus berusaha untuk
menuntut ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan menggunakannya untuk kebaikan dan
kemaslahatan umat.
Ilmu
Pengetahuan adalah Kewajiban bagi Setiap Muslim
Selain
sebagai hak, ilmu pengetahuan juga merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Hal
ini dapat kita lihat dari beberapa hadis Nabi Muhammad SAW yang mendorong kita
untuk mencari ilmu pengetahuan sepanjang hayat. Misalnya, dalam sebuah hadis
riwayat Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda: "Menuntut ilmu itu wajib atas
setiap muslim." (HR. Ibnu Majah). Hadis ini menunjukkan bahwa menuntut
ilmu pengetahuan bukanlah pilihan atau hobi belaka, tetapi merupakan kewajiban
yang harus dipenuhi oleh setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan, muda
maupun tua, kaya maupun miskin. Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk
mengabaikan atau menyepelekan ilmu pengetahuan.
Selain
sebagai anugerah, ilmu pengetahuan juga merupakan amanah dari Allah SWT yang
harus dipertanggungjawabkan. Hal ini dapat kita lihat dari surat al-Zumar ayat
9: Katakanlah: "Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran.
Ayat
ini menunjukkan bahwa Allah SWT membedakan antara orang-orang yang mengetahui
dengan orang-orang yang tidak mengetahui. Orang-orang yang mengetahui adalah
mereka yang menggunakan akalnya untuk mempelajari dan mengamalkan ilmu
pengetahuan, sedangkan orang-orang yang tidak mengetahui adalah mereka yang
mengabaikan atau menolak ilmu pengetahuan. Orang-orang yang mengetahui akan
mendapatkan pujian dan ganjaran dari Allah SWT, sedangkan orang-orang yang tidak
mengetahui akan mendapatkan celaan dan siksaan dari Allah SWT.
Salah
satu ulama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan dan mendorong umat Islam
untuk menyebarkannya adalah Imam Al-Ghazali. Beliau adalah seorang ahli fiqih,
tasawuf, dan filsafat yang hidup pada abad ke-5 H/11 M. Beliau dikenal sebagai
Hujjatul Islam (Bukti Islam) karena keilmuannya yang luas dan mendalam.
Ilmu
pengetahuan terbuka untuk semua orang
Dari
dua dalil al quran di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan itu
tidak dapat dikuasai oleh orang tertentu saja, melainkan terbuka untuk semua
orang yang mau belajar dan berusaha. Islam tidak membatasi ilmu pengetahuan
berdasarkan ras, suku, warna kulit, jenis kelamin, atau status sosial. Islam
mengajarkan bahwa semua manusia adalah sama di hadapan Allah SWT, dan yang
membedakan mereka adalah takwa dan amal shaleh mereka.
Islam
juga tidak membatasi ilmu pengetahuan berdasarkan bidang atau disiplin ilmu.
Islam menghargai semua jenis ilmu pengetahuan, baik yang berkaitan dengan agama
maupun yang berkaitan dengan dunia. Islam mengajarkan bahwa semua ilmu
pengetahuan itu bermanfaat dan berguna, asalkan digunakan untuk tujuan yang
baik dan sesuai dengan syariat Allah SWT.
Dalam
Islam, ilmu pengetahuan adalah salah satu kewajiban bagi setiap muslim, baik
laki-laki maupun perempuan. Allah SWT berfirman dalam Al Quran surat Al
Mujadilah ayat 11: "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Ayat
ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan adalah salah satu faktor yang dapat
mendekatkan seseorang kepada Allah SWT dan meningkatkan derajatnya di sisi-Nya.
Ilmu pengetahuan juga merupakan sarana untuk mengamalkan ajaran Islam dengan
benar dan menyebarkan kebaikan di muka bumi.
Salah
satu ulama dan pemikir Islam yang terkenal dengan karya-karyanya yang membahas
berbagai aspek ilmu pengetahuan, Imam Al Ghazali menekankan, ilmu pengetahuan
harus diimbangi dengan amal shalih dan akhlak mulia. Ilmu pengetahuan tanpa
amal shalih akan menjadikan seseorang sombong, angkuh, dan lalai. Amal shalih
tanpa ilmu pengetahuan akan menjadikan seseorang bodoh, sesat, dan fanatik.
Akhlak mulia tanpa ilmu pengetahuan dan amal shalih akan menjadikan seseorang
hipokrit, munafik, dan dusta.
Pengelompokan Ilmu Pengetahuan Menurut Imam Al Ghazali
Imam
Al Ghazali lahir pada tahun 450 H atau 1058 M di Thus, Persia, dan mendapat
gelar Hujjatul Islam (pembela Islam) dan Zainuddin (hiasan agama) karena
keilmuan dan kecendekiawannya. Beliau juga dikenal sebagai seorang sufi yang
mengalami krisis keimanan dan mencari kebenaran hakiki melalui perjalanan
spiritualnya.
Dalam
perspektif Imam Al Ghazali, ilmu pengetahuan dibagi menjadi dua jenis, yaitu
ilmu syar'i dan ilmu kasyf. Ilmu syar'i adalah ilmu yang bersumber dari wahyu
Allah SWT, yaitu Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Ilmu ini mencakup semua
hal yang berkaitan dengan akidah, ibadah, muamalah, akhlak, dan sebagainya.
Ilmu syar'i adalah ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim untuk memenuhi
kewajiban agamanya.
Ilmu
kasyf adalah ilmu yang bersumber dari pengalaman batin atau intuisi seseorang
yang telah mencapai tingkat kesucian dan kebersihan hati. Ilmu ini mencakup
hal-hal yang bersifat ghaib atau rahasia, seperti hakikat Allah SWT, malaikat,
jin, surga, neraka, dan sebagainya. Ilmu kasyf adalah ilmu yang tidak wajib
dipelajari oleh setiap muslim, melainkan hanya bagi orang-orang yang telah
mencapai tingkat kesempurnaan iman dan taqwa.
Dalam
buku Ihya Ulumuddin, yang membahas berbagai aspek kehidupan, termasuk akhlak, ibadah, tasawuf, dan ilmu, Al Ghazali mengemukakan pandangannya tentang pembagian
ilmu pengetahuan menurut beberapa kriteria, yaitu sumber, metode, tujuan, dan
tingkat kepentingan. Buku ini merupakan salah satu karya terbesar Al Ghazali.
1.
Sumber
Dalam bab pertama
buku ini, Al Ghazali menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan dapat dibagi menjadi
dua jenis utama, yaitu ilmu yang bersumber dari wahyu (al-ilm al-wahyi) dan
ilmu yang bersumber dari akal (al-ilm al-aqli). Ilmu yang bersumber dari wahyu
adalah ilmu yang didapatkan dari Al Quran dan Hadis, yang merupakan sumber
utama bagi umat Islam. Ilmu ini bersifat pasti, mutlak, dan tidak dapat
digugat. Ilmu yang bersumber dari akal adalah ilmu yang didapatkan dari
pengamatan, penalaran, dan eksperimen manusia. Ilmu ini bersifat relatif,
kontekstual, dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Menurut
sumbernya, ilmu pengetahuan dibagi menjadi dua, yaitu ilmu syar'i (religius)
dan ilmu aqli (rasional). Ilmu syar'i adalah ilmu yang berasal dari wahyu
Allah, yaitu Al Quran dan Hadis, yang mengandung hukum-hukum agama dan
ajaran-ajaran moral. Contoh ilmu syar'i adalah tafsir, fikih, ushul fikih,
hadis, dan akidah. Ilmu aqli adalah ilmu yang berasal dari akal manusia, yaitu
kemampuan berpikir logis dan rasional yang dapat menemukan hukum-hukum alam dan
kaidah-kaidah universal. Contoh ilmu aqli adalah matematika, logika, fisika,
kimia, biologi, dan sebagainya.
Al
Ghazali menekankan bahwa ilmu syar'i lebih utama daripada ilmu aqli, karena
ilmu syar'i berasal dari Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana,
sedangkan ilmu aqli berasal dari manusia yang memiliki keterbatasan dan
kekurangan. Ilmu syar'i juga lebih bermanfaat bagi kebahagiaan akhirat daripada
ilmu aqli, karena ilmu syar'i mengajarkan tentang cara beribadah kepada Allah
dan berakhlak mulia kepada sesama makhluk. Namun demikian, Al Ghazali tidak
menolak ilmu aqli sama sekali, karena ilmu aqli juga merupakan anugerah Allah
yang dapat membantu manusia untuk memahami ciptaan-Nya dan mengembangkan
peradaban dunia.
2.
Metode
Menurut metodenya, ilmu pengetahuan dibagi
menjadi tiga, yaitu ilmu qalbi (hati), ilmu aqli (akal), dan ilmu hissi
(indra). Ilmu qalbi adalah ilmu yang didapatkan melalui hati yang bersih dan
suci dari segala noda dosa dan hawa nafsu. Ilmu qalbi juga disebut sebagai ilmu
ladunni atau ilmu batin, yaitu ilmu yang langsung dihadirkan oleh Allah kepada
hati orang-orang yang dekat dengan-Nya, seperti nabi-nabi dan wali-wali. Contoh
ilmu qalbi adalah tasawuf atau sufisme, yaitu ilmu yang mengajarkan tentang
cara membersihkan hati dari segala penyakit hati dan mendekatkan diri kepada
Allah dengan cinta dan rasa syukur.
Ilmu
aqli adalah ilmu yang didapatkan melalui akal yang cerdas dan tajam dalam
menganalisis dan menyimpulkan sesuatu. Ilmu aqli juga disebut sebagai ilmu
hushuli atau ilmu lahir, yaitu ilmu yang dicapai melalui proses berpikir logis
dan rasional dengan menggunakan kaidah-kaidah bahasa, matematika, logika, dan
sebagainya. Contoh ilmu aqli adalah filsafat, yaitu ilmu yang mengajarkan
tentang cara berfikir kritis dan sistematis tentang berbagai masalah kehidupan,
seperti ontologi, epistemologi, etika, estetika, dan sebagainya.
Ilmu
hissi adalah ilmu yang didapatkan melalui indra yang peka dan teliti dalam
mengamati dan mengukur sesuatu. Ilmu hissi juga disebut sebagai ilmu tajribi
atau ilmu empiris, yaitu ilmu yang didasarkan pada pengalaman indera yang dapat
diverifikasi dan direplikasi. Contoh ilmu hissi adalah sains, yaitu ilmu yang
mengajarkan tentang cara meneliti dan menemukan hukum-hukum alam dengan
menggunakan metode ilmiah, seperti observasi, hipotesis, eksperimen, dan
kesimpulan.
Al
Ghazali menilai bahwa ilmu qalbi lebih tinggi daripada ilmu aqli dan ilmu
hissi, karena ilmu qalbi merupakan ilmu yang paling dekat dengan sumber ilmu,
yaitu Allah. Ilmu qalbi juga merupakan ilmu yang paling bermanfaat bagi
kebahagiaan batin manusia, karena ilmu qalbi mengantarkan manusia kepada ma'rifatullah
atau pengenalan kepada Allah. Namun demikian, Al Ghazali tidak mengabaikan ilmu
aqli dan ilmu hissi, karena ilmu aqli dan ilmu hissi juga merupakan sarana
untuk mencapai ilmu qalbi, asalkan digunakan dengan benar dan tidak
bertentangan dengan syariat.
3.
Tujuan
Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut tujuan yang ingin dicapai dengan mempelajarinya. Tujuan yang ingin dicapai dengan mempelajari ilmu yang bersumber dari wahyu adalah untuk mengenal Allah SWT, Rasulullah SAW, dan hal-hal gaib yang berkaitan dengan akhirat. Tujuan ini merupakan tujuan tertinggi dan paling mulia bagi seorang Muslim. Tujuan yang ingin dicapai dengan mempelajari ilmu yang bersumber dari akal adalah untuk mengenal alam semesta, hukum-hukum alam, dan manfaat-manfaatnya bagi kehidupan manusia. Tujuan ini merupakan tujuan kedua yang juga penting dan bermanfaat bagi seorang Muslim.
Menurut
tujuannya, ilmu pengetahuan dibagi menjadi dua, yaitu ilmu naqli (transmisi)
dan ilmu istidlali (inferensi). Ilmu naqli adalah ilmu yang tujuannya adalah
untuk menerima dan menyampaikan informasi yang telah ada sebelumnya tanpa
merubah atau menambahinya. Ilmu naqli bersifat teoretis dan normatif, yaitu
mengandung teori-teori dan norma-norma yang harus dipatuhi oleh manusia. Contoh
ilmu naqli adalah al-Quran dan Hadis, yaitu sumber utama ajaran Islam yang
harus diimani dan diamalkan oleh umat Islam.
Ilmu
istidlali adalah ilmu yang tujuannya adalah untuk menemukan dan membuktikan
informasi yang baru dengan menggunakan akal dan indra. Ilmu istidlali bersifat
praktis dan empiris, yaitu mengandung praktik-praktik dan fakta-fakta yang
dapat diuji oleh manusia. Contoh ilmu istidlali adalah kalam atau teologi
rasional, yaitu cabang ilmu yang berusaha untuk membela dan menjelaskan akidah
Islam dengan menggunakan argumen-argumen rasional.
Al
Ghazali menegaskan bahwa ilmu naqli lebih penting daripada ilmu istidlali,
karena ilmu naqli merupakan dasar dari iman dan amal manusia. Ilmu naqli juga
lebih pasti dan mutlak daripada ilmu istidlali, karena ilmu naqli berasal dari
Allah yang Maha Benar dan Maha Sempurna, sedangkan ilmu istidlali berasal dari
manusia yang bisa salah dan kurang sempurna. Namun demikian, Al Ghazali tidak
mengecilkan peran ilmu istidlali, karena ilmu istidlali merupakan alat untuk
memperkuat dan memperjelas ilmu naqli, asalkan tidak menyimpang dari syariat.
4.
Tingkat Kepentingan
Tingkat
kepentingan ilmu pengetahuan dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu wajib
(harus dipelajari oleh setiap Muslim), mustahab (dianjurkan untuk dipelajari
oleh sebagian Muslim), dan mubah (boleh dipelajari oleh siapa saja). Ilmu
pengetahuan yang wajib dipelajari oleh setiap Muslim adalah ilmu-ilmu dasar
tentang aqidah (keyakinan), syariah (hukum), dan akhlak (moral). Ilmu-ilmu ini
merupakan pondasi bagi seorang Muslim untuk menjalankan ibadah dan
kewajiban-kewajibannya sebagai hamba Allah SWT. Ilmu pengetahuan yang mustahab
dipelajari oleh sebagian Muslim adalah ilmu-ilmu lanjutan tentang tasawuf
(pembersihan jiwa), fiqih (perincian hukum), dan ushul fiqih (prinsip-prinsip
hukum). Ilmu-ilmu ini merupakan pengembangan bagi seorang Muslim untuk meningkatkan
kualitas ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT.
Menurut
tingkat kepentingannya, ilmu pengetahuan dibagi menjadi tiga, yaitu ilmu wajib
('ain), ilmu sunnah (kifayah), dan ilmu mubah (ja'iz). Ilmu wajib ('ain) adalah
ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap individu muslim tanpa terkecuali. Ilmu
wajib ('ain) berkaitan dengan hal-hal yang pokok dalam agama Islam, seperti
tauhid, syariat, akhlak, ibadah, muamalah, dan sebagainya. Ilmu wajib ('ain)
bertujuan untuk membentuk pribadi muslim yang beriman kepada Allah dan taat
kepada syariat-Nya. mubah dipelajari oleh siapa saja ilmu-ilmu dunia seperti
matematika, fisika, kimia, biologi, sejarah, geografi, sastra, seni, dan
lain-lain. Ilmu-ilmu ini merupakan penunjang bagi seorang Muslim untuk memahami
alam dan mengambil manfaat darinya.
Bagaimana
jika ada yang menyimpan ilmu untuk dirinya sendiri?
Islam
mengajarkan bahwa ilmu adalah amanah yang harus dijaga, dipelihara, dan
disampaikan kepada orang lain. Islam mengajarkan bahwa ilmu adalah tanggung
jawab yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Islam mengajarkan
bahwa ilmu adalah ibadah yang harus dilakukan dengan ikhlas, niat yang lurus,
dan tujuan yang mulia. Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang ditanya
tentang suatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya, maka ia akan datang pada hari
kiamat dengan tali kekang dari api neraka di mulutnya." (HR. Abu Dawud).
"Barangsiapa
yang ditanya tentang suatu ilmu yang ia ketahui, lalu ia menyembunyikannya dan
tidak menjawabnya, maka ia akan dimasukkan ke dalam neraka dengan tali-tali
dari besi." (HR. Ahmad).
"Barangsiapa
yang ditanya tentang suatu ilmu yang ia ketahui, lalu ia menjawabnya dengan
benar, maka ia termasuk dari golongan para nabi." (HR. Ibnu Majah).
Dari
hadits-hadits di atas, kita dapat mengetahui betapa besar dosa dan bahaya dari
menyembunyikan ilmu. Kita juga dapat mengetahui betapa besar pahala dan
keutamaan dari menyampaikan ilmu. Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk mencari ilmu, mengamalkan ilmu,
dan mengajarkan ilmu kepada orang lain karena sejatinya ilmu itu milik Allah dan
menjadi hak semua makhluknya.
Lalu bolehkan kita menjual ilmu pengetahuan yang kita
miliki? Bolehkan seorang alim, ulama, yang mendapat ilmu pengetahuan dari Allah
lalu memasang tarif ketika menyebarkan ilmu pengetahuannya itu? Tema menarik
ini tentu dapat kita bahas dalam tulisan saya berikutnya atau tulisan Anda.
Penutup
Semoga
Allah SWT memberikan kita taufik dan hidayah-Nya untuk menjadi orang-orang yang
mencintai ilmu, menghargai ilmu, dan berbagi ilmu. Oleh karena itu, kita
sebagai umat islam harus memiliki semangat dan motivasi untuk menuntut ilmu
pengetahuan, baik yang bersifat fardhu 'ain maupun fardhu kifayah. Kita harus
menganggap ilmu pengetahuan itu sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT, dan sebagai salah satu sarana untuk mengabdi kepada Allah SWT
dan masyarakat.
Wallahu a'lam bishawab.
Semoga
artikel ini bermanfaat.