Penulis: Nursyawal
Apakah
ilmu pengetahuan itu dapat dikuasai oleh orang tertentu saja dan bagaimana
perspektif islam tentang hal itu? Pertanyaan ini mungkin sering muncul di benak
kita, terutama di era globalisasi yang penuh dengan tantangan dan persaingan.
Apakah ilmu pengetahuan itu milik semua orang atau hanya segelintir orang kaya?
Apakah ada orang-orang yang memiliki hak eksklusif untuk menguasai ilmu
pengetahuan? Apakah ilmu pengetahuan itu sesuai dengan ajaran islam atau
bertentangan dengannya?
Mari kita coba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan menggunakan pendekatan yang objektif-rasional, serta mengacu pada sumber-sumber yang terpercaya. Kita akan melihat bahwa ilmu pengetahuan itu bukanlah sesuatu yang dapat dikuasai oleh orang tertentu saja, melainkan merupakan hak dan kewajiban bagi setiap muslim. Kita juga akan mengetahui bahwa ilmu pengetahuan itu tidak bertentangan dengan ajaran islam, melainkan sejalan dan selaras dengannya. Kita juga akan menemukan bahwa al quran banyak mengandung ayat-ayat yang mendorong kita untuk belajar dan menuntut ilmu, serta memberikan contoh-contoh para nabi dan rasul yang memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi.
Ilmu pengetahuan adalah salah satu anugerah Allah SWT yang diberikan kepada manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya. Allah SWT menciptakan manusia dengan akal dan pikiran yang dapat digunakan untuk mengenal dan memahami segala sesuatu di alam semesta ini. Allah SWT juga memberikan wahyu kepada para nabi dan rasul-Nya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan kepada manusia tentang hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu yang dapat dikuasai oleh orang tertentu saja, melainkan merupakan hak dan kewajiban bagi setiap muslim. Allah SWT berfirman dalam al quran: "Dan katakanlah: 'Ya Tuhanku, tambahkanlah aku ilmu.'" (QS. Thaha: 114). Dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan kita untuk selalu meminta tambahan ilmu kepada-Nya, karena ilmu itu tidak pernah cukup dan selalu ada hal-hal baru yang dapat kita pelajari. Ilmu itu juga merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan ridha dan rahmat Allah SWT, sebagaimana firman-Nya: "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama." (QS. Fatir: 28). Dalam ayat ini, Allah SWT menyatakan bahwa ulama atau orang-orang yang berilmu adalah orang-orang yang paling takut kepada Allah SWT, karena mereka menyadari besarnya kekuasaan dan keagungan Allah SWT, serta mengikuti perintah dan larangan-Nya.
Dari
ayat-ayat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan adalah hak
dan kewajiban bagi setiap muslim, karena ilmu itu merupakan anugerah Allah SWT
yang harus kita syukuri dan manfaatkan untuk kebaikan. Ilmu itu juga merupakan
salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mendapatkan ridha
dan rahmat-Nya. Ilmu itu juga merupakan salah satu jalan untuk masuk surga dan
bersama-sama dengan orang-orang yang terbaik.
Ilmu pengetahuan tidak bertentangan dengan ajaran islam, melainkan sejalan dan selaras dengannya. Islam adalah agama yang mengajarkan kita untuk menggunakan akal dan pikiran kita untuk mengenal dan memahami kebenaran. Islam juga adalah agama yang menghargai ilmu pengetahuan dan menggalakkan kita untuk belajar dan menuntut ilmu.
Ilmu Pengetahuan adalah Hak Semua Orang
Salah satu hal yang perlu kita pahami adalah bahwa ilmu pengetahuan adalah hak semua orang, tanpa memandang latar belakang, status, atau identitas mereka. Tidak ada orang yang dapat mengklaim bahwa ia memiliki monopoli atas ilmu pengetahuan atau bahwa ia lebih berhak daripada orang lain untuk mempelajarinya. Ilmu pengetahuan adalah anugerah Allah SWT yang diberikan kepada seluruh umat manusia sebagai khalifah-Nya di bumi.
Hal ini dapat kita lihat dari beberapa ayat Al-Quran yang menunjukkan bahwa Allah SWT telah mengajarkan manusia berbagai macam ilmu pengetahuan sejak awal penciptaannya. Misalnya, dalam surat Al-Baqarah ayat 31, Allah SWT berfirman: "Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar." (QS. Al-Baqarah: 31)
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT telah memberikan Adam AS kemampuan untuk menamai dan mengenal berbagai benda di alam semesta. Ini adalah salah satu bentuk ilmu pengetahuan yang sangat penting, karena dengan nama-nama kita dapat berkomunikasi, berpikir, dan berinteraksi dengan lingkungan kita. Selain itu, ayat ini juga menunjukkan bahwa Adam AS memiliki keunggulan atas para malaikat dalam hal ilmu pengetahuan, karena mereka tidak mampu mengetahui nama-nama benda-benda tersebut tanpa diajarkan oleh Allah SWT.
Dalam surat Al-Alaq ayat 1-5, Allah SWT berfirman: "(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam." Dan (5) " Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. Al-Alaq)
Ayat-ayat ini merupakan ayat-ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai wahyu pertama. Ayat-ayat ini menekankan pentingnya membaca, menulis, dan belajar sebagai cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dari Allah SWT. Ayat-ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah SWT adalah sumber segala ilmu pengetahuan dan bahwa Dia senantiasa mengajarkan manusia hal-hal yang belum mereka ketahui.
Dari ayat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan adalah hak semua orang dan bahwa Allah SWT adalah pengajar utama kita. Oleh karena itu, kita tidak boleh merasa sombong, iri, atau takut terhadap ilmu pengetahuan atau orang-orang yang mempelajarinya. Sebaliknya, kita harus berusaha untuk menuntut ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan menggunakannya untuk kebaikan dan kemaslahatan umat.
Kita melihat bagaimana Al-Quran mengajak kita untuk menuntut ilmu pengetahuan, menghargai para ulama dan ilmuwan, serta menjadikan ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Tidak ada orang yang dapat mengklaim bahwa ia memiliki monopoli atas ilmu pengetahuan atau bahwa ia lebih berhak daripada orang lain untuk mempelajarinya. Ilmu pengetahuan adalah anugerah Allah SWT yang diberikan kepada seluruh umat manusia sebagai khalifah-Nya di bumi.
Dari dua contoh ayat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan adalah hak semua orang dan bahwa Allah SWT adalah pengajar utama kita. Oleh karena itu, kita tidak boleh merasa sombong, iri, atau takut terhadap ilmu pengetahuan atau orang-orang yang mempelajarinya. Sebaliknya, kita harus berusaha untuk menuntut ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan menggunakannya untuk kebaikan dan kemaslahatan umat.
Ilmu Pengetahuan adalah Kewajiban bagi Setiap Muslim
Selain sebagai hak, ilmu pengetahuan juga merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa hadis Nabi Muhammad SAW yang mendorong kita untuk mencari ilmu pengetahuan sepanjang hayat. Misalnya, dalam sebuah hadis riwayat Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda: "Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim." (HR. Ibnu Majah). Hadis ini menunjukkan bahwa menuntut ilmu pengetahuan bukanlah pilihan atau hobi belaka, tetapi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan, muda maupun tua, kaya maupun miskin. Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk mengabaikan atau menyepelekan ilmu pengetahuan.
Selain sebagai anugerah, ilmu pengetahuan juga merupakan amanah dari Allah SWT yang harus dipertanggungjawabkan. Hal ini dapat kita lihat dari surat al-Zumar ayat 9: Katakanlah: "Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT membedakan antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui. Orang-orang yang mengetahui adalah mereka yang menggunakan akalnya untuk mempelajari dan mengamalkan ilmu pengetahuan, sedangkan orang-orang yang tidak mengetahui adalah mereka yang mengabaikan atau menolak ilmu pengetahuan. Orang-orang yang mengetahui akan mendapatkan pujian dan ganjaran dari Allah SWT, sedangkan orang-orang yang tidak mengetahui akan mendapatkan celaan dan siksaan dari Allah SWT.
Salah satu ulama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan dan mendorong umat Islam untuk menyebarkannya adalah Imam Al-Ghazali. Beliau adalah seorang ahli fiqih, tasawuf, dan filsafat yang hidup pada abad ke-5 H/11 M. Beliau dikenal sebagai Hujjatul Islam (Bukti Islam) karena keilmuannya yang luas dan mendalam.
Ilmu pengetahuan terbuka untuk semua orang
Dari dua dalil al quran di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan itu tidak dapat dikuasai oleh orang tertentu saja, melainkan terbuka untuk semua orang yang mau belajar dan berusaha. Islam tidak membatasi ilmu pengetahuan berdasarkan ras, suku, warna kulit, jenis kelamin, atau status sosial. Islam mengajarkan bahwa semua manusia adalah sama di hadapan Allah SWT, dan yang membedakan mereka adalah takwa dan amal shaleh mereka.
Islam juga tidak membatasi ilmu pengetahuan berdasarkan bidang atau disiplin ilmu. Islam menghargai semua jenis ilmu pengetahuan, baik yang berkaitan dengan agama maupun yang berkaitan dengan dunia. Islam mengajarkan bahwa semua ilmu pengetahuan itu bermanfaat dan berguna, asalkan digunakan untuk tujuan yang baik dan sesuai dengan syariat Allah SWT.
Dalam Islam, ilmu pengetahuan adalah salah satu kewajiban bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Allah SWT berfirman dalam Al Quran surat Al Mujadilah ayat 11: "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Ayat ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan adalah salah satu faktor yang dapat mendekatkan seseorang kepada Allah SWT dan meningkatkan derajatnya di sisi-Nya. Ilmu pengetahuan juga merupakan sarana untuk mengamalkan ajaran Islam dengan benar dan menyebarkan kebaikan di muka bumi.
Salah satu ulama dan pemikir Islam yang terkenal dengan karya-karyanya yang membahas berbagai aspek ilmu pengetahuan, Imam Al Ghazali menekankan, ilmu pengetahuan harus diimbangi dengan amal shalih dan akhlak mulia. Ilmu pengetahuan tanpa amal shalih akan menjadikan seseorang sombong, angkuh, dan lalai. Amal shalih tanpa ilmu pengetahuan akan menjadikan seseorang bodoh, sesat, dan fanatik. Akhlak mulia tanpa ilmu pengetahuan dan amal shalih akan menjadikan seseorang hipokrit, munafik, dan dusta.
Pengelompokan Ilmu Pengetahuan Menurut Imam Al Ghazali
Imam Al Ghazali lahir pada tahun 450 H atau 1058 M di Thus, Persia, dan mendapat gelar Hujjatul Islam (pembela Islam) dan Zainuddin (hiasan agama) karena keilmuan dan kecendekiawannya. Beliau juga dikenal sebagai seorang sufi yang mengalami krisis keimanan dan mencari kebenaran hakiki melalui perjalanan spiritualnya.
Dalam perspektif Imam Al Ghazali, ilmu pengetahuan dibagi menjadi dua jenis, yaitu ilmu syar'i dan ilmu kasyf. Ilmu syar'i adalah ilmu yang bersumber dari wahyu Allah SWT, yaitu Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Ilmu ini mencakup semua hal yang berkaitan dengan akidah, ibadah, muamalah, akhlak, dan sebagainya. Ilmu syar'i adalah ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim untuk memenuhi kewajiban agamanya.
Ilmu kasyf adalah ilmu yang bersumber dari pengalaman batin atau intuisi seseorang yang telah mencapai tingkat kesucian dan kebersihan hati. Ilmu ini mencakup hal-hal yang bersifat ghaib atau rahasia, seperti hakikat Allah SWT, malaikat, jin, surga, neraka, dan sebagainya. Ilmu kasyf adalah ilmu yang tidak wajib dipelajari oleh setiap muslim, melainkan hanya bagi orang-orang yang telah mencapai tingkat kesempurnaan iman dan taqwa.
Dalam buku Ihya Ulumuddin, yang membahas berbagai aspek kehidupan, termasuk akhlak, ibadah, tasawuf, dan ilmu, Al Ghazali mengemukakan pandangannya tentang pembagian ilmu pengetahuan menurut beberapa kriteria, yaitu sumber, metode, tujuan, dan tingkat kepentingan. Buku ini merupakan salah satu karya terbesar Al Ghazali.
1. Sumber
Dalam bab pertama buku ini, Al Ghazali menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan dapat dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu ilmu yang bersumber dari wahyu (al-ilm al-wahyi) dan ilmu yang bersumber dari akal (al-ilm al-aqli). Ilmu yang bersumber dari wahyu adalah ilmu yang didapatkan dari Al Quran dan Hadis, yang merupakan sumber utama bagi umat Islam. Ilmu ini bersifat pasti, mutlak, dan tidak dapat digugat. Ilmu yang bersumber dari akal adalah ilmu yang didapatkan dari pengamatan, penalaran, dan eksperimen manusia. Ilmu ini bersifat relatif, kontekstual, dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Menurut sumbernya, ilmu pengetahuan dibagi menjadi dua, yaitu ilmu syar'i (religius) dan ilmu aqli (rasional). Ilmu syar'i adalah ilmu yang berasal dari wahyu Allah, yaitu Al Quran dan Hadis, yang mengandung hukum-hukum agama dan ajaran-ajaran moral. Contoh ilmu syar'i adalah tafsir, fikih, ushul fikih, hadis, dan akidah. Ilmu aqli adalah ilmu yang berasal dari akal manusia, yaitu kemampuan berpikir logis dan rasional yang dapat menemukan hukum-hukum alam dan kaidah-kaidah universal. Contoh ilmu aqli adalah matematika, logika, fisika, kimia, biologi, dan sebagainya.
Al Ghazali menekankan bahwa ilmu syar'i lebih utama daripada ilmu aqli, karena ilmu syar'i berasal dari Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, sedangkan ilmu aqli berasal dari manusia yang memiliki keterbatasan dan kekurangan. Ilmu syar'i juga lebih bermanfaat bagi kebahagiaan akhirat daripada ilmu aqli, karena ilmu syar'i mengajarkan tentang cara beribadah kepada Allah dan berakhlak mulia kepada sesama makhluk. Namun demikian, Al Ghazali tidak menolak ilmu aqli sama sekali, karena ilmu aqli juga merupakan anugerah Allah yang dapat membantu manusia untuk memahami ciptaan-Nya dan mengembangkan peradaban dunia.
2. Metode
Menurut metodenya, ilmu pengetahuan dibagi menjadi tiga, yaitu ilmu qalbi (hati), ilmu aqli (akal), dan ilmu hissi (indra). Ilmu qalbi adalah ilmu yang didapatkan melalui hati yang bersih dan suci dari segala noda dosa dan hawa nafsu. Ilmu qalbi juga disebut sebagai ilmu ladunni atau ilmu batin, yaitu ilmu yang langsung dihadirkan oleh Allah kepada hati orang-orang yang dekat dengan-Nya, seperti nabi-nabi dan wali-wali. Contoh ilmu qalbi adalah tasawuf atau sufisme, yaitu ilmu yang mengajarkan tentang cara membersihkan hati dari segala penyakit hati dan mendekatkan diri kepada Allah dengan cinta dan rasa syukur.
Ilmu aqli adalah ilmu yang didapatkan melalui akal yang cerdas dan tajam dalam menganalisis dan menyimpulkan sesuatu. Ilmu aqli juga disebut sebagai ilmu hushuli atau ilmu lahir, yaitu ilmu yang dicapai melalui proses berpikir logis dan rasional dengan menggunakan kaidah-kaidah bahasa, matematika, logika, dan sebagainya. Contoh ilmu aqli adalah filsafat, yaitu ilmu yang mengajarkan tentang cara berfikir kritis dan sistematis tentang berbagai masalah kehidupan, seperti ontologi, epistemologi, etika, estetika, dan sebagainya.
Ilmu hissi adalah ilmu yang didapatkan melalui indra yang peka dan teliti dalam mengamati dan mengukur sesuatu. Ilmu hissi juga disebut sebagai ilmu tajribi atau ilmu empiris, yaitu ilmu yang didasarkan pada pengalaman indera yang dapat diverifikasi dan direplikasi. Contoh ilmu hissi adalah sains, yaitu ilmu yang mengajarkan tentang cara meneliti dan menemukan hukum-hukum alam dengan menggunakan metode ilmiah, seperti observasi, hipotesis, eksperimen, dan kesimpulan.
Al Ghazali menilai bahwa ilmu qalbi lebih tinggi daripada ilmu aqli dan ilmu hissi, karena ilmu qalbi merupakan ilmu yang paling dekat dengan sumber ilmu, yaitu Allah. Ilmu qalbi juga merupakan ilmu yang paling bermanfaat bagi kebahagiaan batin manusia, karena ilmu qalbi mengantarkan manusia kepada ma'rifatullah atau pengenalan kepada Allah. Namun demikian, Al Ghazali tidak mengabaikan ilmu aqli dan ilmu hissi, karena ilmu aqli dan ilmu hissi juga merupakan sarana untuk mencapai ilmu qalbi, asalkan digunakan dengan benar dan tidak bertentangan dengan syariat.
3. Tujuan
Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut tujuan yang ingin dicapai dengan mempelajarinya. Tujuan yang ingin dicapai dengan mempelajari ilmu yang bersumber dari wahyu adalah untuk mengenal Allah SWT, Rasulullah SAW, dan hal-hal gaib yang berkaitan dengan akhirat. Tujuan ini merupakan tujuan tertinggi dan paling mulia bagi seorang Muslim. Tujuan yang ingin dicapai dengan mempelajari ilmu yang bersumber dari akal adalah untuk mengenal alam semesta, hukum-hukum alam, dan manfaat-manfaatnya bagi kehidupan manusia. Tujuan ini merupakan tujuan kedua yang juga penting dan bermanfaat bagi seorang Muslim.
Menurut tujuannya, ilmu pengetahuan dibagi menjadi dua, yaitu ilmu naqli (transmisi) dan ilmu istidlali (inferensi). Ilmu naqli adalah ilmu yang tujuannya adalah untuk menerima dan menyampaikan informasi yang telah ada sebelumnya tanpa merubah atau menambahinya. Ilmu naqli bersifat teoretis dan normatif, yaitu mengandung teori-teori dan norma-norma yang harus dipatuhi oleh manusia. Contoh ilmu naqli adalah al-Quran dan Hadis, yaitu sumber utama ajaran Islam yang harus diimani dan diamalkan oleh umat Islam.
Ilmu istidlali adalah ilmu yang tujuannya adalah untuk menemukan dan membuktikan informasi yang baru dengan menggunakan akal dan indra. Ilmu istidlali bersifat praktis dan empiris, yaitu mengandung praktik-praktik dan fakta-fakta yang dapat diuji oleh manusia. Contoh ilmu istidlali adalah kalam atau teologi rasional, yaitu cabang ilmu yang berusaha untuk membela dan menjelaskan akidah Islam dengan menggunakan argumen-argumen rasional.
Al Ghazali menegaskan bahwa ilmu naqli lebih penting daripada ilmu istidlali, karena ilmu naqli merupakan dasar dari iman dan amal manusia. Ilmu naqli juga lebih pasti dan mutlak daripada ilmu istidlali, karena ilmu naqli berasal dari Allah yang Maha Benar dan Maha Sempurna, sedangkan ilmu istidlali berasal dari manusia yang bisa salah dan kurang sempurna. Namun demikian, Al Ghazali tidak mengecilkan peran ilmu istidlali, karena ilmu istidlali merupakan alat untuk memperkuat dan memperjelas ilmu naqli, asalkan tidak menyimpang dari syariat.
4. Tingkat Kepentingan
Tingkat kepentingan ilmu pengetahuan dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu wajib (harus dipelajari oleh setiap Muslim), mustahab (dianjurkan untuk dipelajari oleh sebagian Muslim), dan mubah (boleh dipelajari oleh siapa saja). Ilmu pengetahuan yang wajib dipelajari oleh setiap Muslim adalah ilmu-ilmu dasar tentang aqidah (keyakinan), syariah (hukum), dan akhlak (moral). Ilmu-ilmu ini merupakan pondasi bagi seorang Muslim untuk menjalankan ibadah dan kewajiban-kewajibannya sebagai hamba Allah SWT. Ilmu pengetahuan yang mustahab dipelajari oleh sebagian Muslim adalah ilmu-ilmu lanjutan tentang tasawuf (pembersihan jiwa), fiqih (perincian hukum), dan ushul fiqih (prinsip-prinsip hukum). Ilmu-ilmu ini merupakan pengembangan bagi seorang Muslim untuk meningkatkan kualitas ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT.
Menurut tingkat kepentingannya, ilmu pengetahuan dibagi menjadi tiga, yaitu ilmu wajib ('ain), ilmu sunnah (kifayah), dan ilmu mubah (ja'iz). Ilmu wajib ('ain) adalah ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap individu muslim tanpa terkecuali. Ilmu wajib ('ain) berkaitan dengan hal-hal yang pokok dalam agama Islam, seperti tauhid, syariat, akhlak, ibadah, muamalah, dan sebagainya. Ilmu wajib ('ain) bertujuan untuk membentuk pribadi muslim yang beriman kepada Allah dan taat kepada syariat-Nya. mubah dipelajari oleh siapa saja ilmu-ilmu dunia seperti matematika, fisika, kimia, biologi, sejarah, geografi, sastra, seni, dan lain-lain. Ilmu-ilmu ini merupakan penunjang bagi seorang Muslim untuk memahami alam dan mengambil manfaat darinya.
Bagaimana jika ada yang menyimpan ilmu untuk dirinya sendiri?
Islam mengajarkan bahwa ilmu adalah amanah yang harus dijaga, dipelihara, dan disampaikan kepada orang lain. Islam mengajarkan bahwa ilmu adalah tanggung jawab yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Islam mengajarkan bahwa ilmu adalah ibadah yang harus dilakukan dengan ikhlas, niat yang lurus, dan tujuan yang mulia. Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya, maka ia akan datang pada hari kiamat dengan tali kekang dari api neraka di mulutnya." (HR. Abu Dawud).
"Barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu yang ia ketahui, lalu ia menyembunyikannya dan tidak menjawabnya, maka ia akan dimasukkan ke dalam neraka dengan tali-tali dari besi." (HR. Ahmad).
"Barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu yang ia ketahui, lalu ia menjawabnya dengan benar, maka ia termasuk dari golongan para nabi." (HR. Ibnu Majah).
Dari hadits-hadits di atas, kita dapat mengetahui betapa besar dosa dan bahaya dari menyembunyikan ilmu. Kita juga dapat mengetahui betapa besar pahala dan keutamaan dari menyampaikan ilmu. Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk mencari ilmu, mengamalkan ilmu, dan mengajarkan ilmu kepada orang lain karena sejatinya ilmu itu milik Allah dan menjadi hak semua makhluknya.
Lalu bolehkan kita menjual ilmu pengetahuan yang kita miliki? Bolehkan seorang alim, ulama, yang mendapat ilmu pengetahuan dari Allah lalu memasang tarif ketika menyebarkan ilmu pengetahuannya itu? Tema menarik ini tentu dapat kita bahas dalam tulisan saya berikutnya atau tulisan Anda.
Penutup
Semoga Allah SWT memberikan kita taufik dan hidayah-Nya untuk menjadi orang-orang yang mencintai ilmu, menghargai ilmu, dan berbagi ilmu. Oleh karena itu, kita sebagai umat islam harus memiliki semangat dan motivasi untuk menuntut ilmu pengetahuan, baik yang bersifat fardhu 'ain maupun fardhu kifayah. Kita harus menganggap ilmu pengetahuan itu sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan sebagai salah satu sarana untuk mengabdi kepada Allah SWT dan masyarakat.
Wallahu a'lam bishawab.
Semoga
artikel ini bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar